Selasa, 30 Juni 2009

MAKALAH : TAFSIR DAN HADITS TEMATIK

KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : Drs. BAHRUNY DP (Guru PAI SMA PGRI 4 Banjarmasin)

A. PENDAHULUAN
Sebagaimana kita meyakini bersama, bahwa Al-Quran dan Al-Hadits, keduanya adalah wahyu Allah Swt. Ia adalah sumber pokok ajaran Islam, sebagai pedoman hidup manusia terutama bagi kaum Muslim dan Mukmin untuk mncapai kebahagiaan didunia dan di akhirat. Sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia karena memang Al-Quran dan Al-Hadits berisi ajaran dan aturan yang paling lengkap dan sempurna mencakup esensi dan eksestensi serta semua aspek kehidupan manusia itu sendiri.
Untuk mengaplikasikan ajaran Al-Quran tersebut bagi kaum muslim wajib mempelajari dan memahami isi kandungannya, baik melalui terjemah maupun Tafsir Al-Quran itu sendiri, serta penjelasan-penjelasan khusus melalui Hadits Nabi Saw. Karenanya Al-Quran dan Al-Hadits tidak bisa dipisahkan. Bahkan secara akademis Al-Quran dan Al-Hadits menjadi suatu disiplin Ilmu Keislaman, dan lebih sepesifik lagi sekarang menjadi mata kuliah Tafsir dan Hadits Tematik, yang berarti cara mengkaji dan mendalami isi Al-Quran melalui Tafsir yaitu “Penjelasan atas Al-Quran” [1] dan Hadits Nabi Muhammad Saw. menurut topik, judul, klasifikasi, aspek, atau tema-tema materi tertentu.
Untuk memepelajari dan memahami semua aspek kandungannya, sudah tentu menggunakan Akal fikiran dan nalar yang sehat dan cerdas, tidak berdasrkan hawa nafsu. Salah satu aspek ajaran Al-Quran dan Hadit Nabi Saw yang memerlukan penalaran akal sehat dan cerdas adalah persoalan pengembangan Pendidikan Islam sesuai dengan judul Makalah ini yaitu “Konsep Akal Dan Pengaruhnya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam” Secara garis besar isi Makalah ini, Penulis mengangkat sub-sub materi antara lain; pendahuluan, beberapa tinjauan tentang akal, bebrapa ayat Al-Quran dan Al-Hadits tentang akal, deskripsi singkat berkenaan dengan pendidikan Islam, konsep akal dan pengaruhnya dalam pengembangan pendidikan Islam dan parmasalahannya, serta bagian penutup. Dari gambaran pokok isi makalah di atas, penulis mengharapkan dapat merespon sebagaian tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas perkuliahan yang telah ditentukan oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir dan Hadits Tematik.
Penulisan Makalah ini menggunakan pendekatan kutipan langsung dan tidak langsung dari beberapa literatur dan sumber rujukan, serta sedikit analisis menurut persepsi penulis sendiri. Dalam hal ini sudah tentu banyak kekurangnannya, karena itu penulis meng-harapkan masukan untuk penyempurnaan yang sifatnya kunstruktif dan ilmiah dari pihak teman-teman melalui forum diskusi. Terima kasih.
B. BEBRAPA TINJAUAN TENTANG AKAL
1. Pengertian dan Hakikat Akal
a. Arti harfiyah dari Bahasa Arab,” al-aql (العقل ) ini bentuk kata benda, aqaluuh (عقلوه ), ta’qiluun (تعقلون ), na’qil (نعقل ), ya’qiluhaa (يعقلها ), ya’qiluuna ( يعقلون) semua kata itu berarti Paham dan mengerti.” [2]
b. Kamus Bahasa Indonesia, ”akal berarti daya fikir untuk mengerti; fikiran; ingatan; jalan atau cara melakukan sesuatu; daya upaya; ikhtiar; tipu daya; muslihat; kecerdikan; kelicikan; kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan; ” dan sebagainya. [3]

c. Ensiklopedi Islam. Aqal berasal dari bahasa Arab ”aqala yang berarti mengikat dan menahan”. Atau ’aql berarti daya berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa serta mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti.[4] Dalam sumber lain (Ensiklopedi Hukum Islam) bahwa ’Aqal ialah Daya atau kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah Swt. Kepada manusia sebagai alat berfikir dan alat untuk mempertimbangkan dan memikirkan buruk baiknya sesuatu; merupakan suatu potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia di samping nafsu.[5]

d. Beberapa Ulama dan Pakar. ( Al-Gazali) Akal itu adalah mengetahui hakikat segala sesuatu. Akal merupakan sifat ilmu yang terdapat dalam perbendaharaan hati. Akal itu ialah alat untuk menangkap dan mendapatkan segala maklumat. Akal itu ialah hati itu sendiri yang merupakan hakikat manusia. (Mukhtar Yahya) Akal itu ialah suatu sifat daripada ciri-ciri jiwa (hati). (Muhammad Taqiyyul Mudarrisi) Akal itu ialah nur di mana manusia dapat membedakan antara jalan yang lurus dengan jalan yang menyimpang; kebaikan dengan kejahatan, kemungkinan dengan kemustahilan dan yang benar dengan yang palsu. (Fairuzabadi) "Akal itu ialah nur rohani yang boleh mendapatkan bahan-bahan ilmu." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) berkata, Akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. [6]

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makna dan hakekat (Haki - kat ialah intisari atau dasar … kenyataan yang sebenarnya [7]) adalah potensi jiwa selain untuk menyelesaikan masalah-masalah ilmiah, juga lebih dari itu, yakni akal yang boleh mempertimbangkan antara perkara yang baik dengan yang buruk, antara yang benar dengan yang salah, antara yang haq dengan yang bathil dengan tuntunan wahyu Ilahi.

2. Konsep Akal Menurut Beberapa Disiplin Ilmu
a. Akal Menurut Ulama Kalam. Akal menurut mayoritas Ulama Kalam dari golongan Ahlusunnah tidak lain hanyalah satu dari beberapa ‘Ilmu Dharuurii (Ilmu yang menjadi kebutuhan pokok). Sedangkan golongan Mu’tazilah menambahkan bahwa akal juga merupakan ilmu yang menilai baik dan buruknya tingkah laku.[8]
b. Akal Menurut Perspektif Filsafat. Oleh tokoh filosuf Yunan bahwa Akal adalah merupakan persoalan yang realistis dan alamiah krena mereka tidak menggunakan Al-quran sebagai dasar kajian permasalahan. Oleh Filosuf Muslim dalam memaknai konsep Akal sebagai sarana untuk mencari dan mencapai suatu kebenaran sementara, bahkan kebenaran mutlak jika dituntun dengan Wahyu Allah.[9]
c. Akal Menurut Ulama Sufi. Akal adalah Lubb (intisari akal) , Lubb (kesempurnaan akal dari Allah), Nur Mabshuth (cahaya luas), ’Aql Muwaffaq (aqal yang mendapat pertolongan Allah), ’Aql Al-Hidayah (aqal yang mendapat petunjuk Allah), orang yang memiliki Lubb Allah Swt. menyebut mereka ’Uluul Albaab. [10]
d. Akal Menurut Ulama Fiqh. Aqal adalah sarana Ijtihad, yang berarti upaya mempergunakan segala kemampuan Aqal fikiran untuk mengeluarkan hukum syara’ dari Kitabullah dan Sunah Rasul. Atau ijtihad itu ialah menghabiskan segala kemampuan dan memebrikan segala kekuatan akal fikiran untuk memperoleh hukum syar’i dengan jalan istinbath dari Al-Quran dan As-Sunnah. [11]
e. Akal Menurut Perspektif Pendidikan Islam. Bahwa “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah (pemeliharaan), yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikat diri manusia agar tidak lari kekanan dan kekiri, terlebih lagi jika dia mengikuti ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. [12] ”Aqal yaitu suatu kemampuan mengelola diri agar dapat diterima oleh lingkungan sosial. Ini berarti bahwa keberhasilan seseorang dimasyarakat, ternyata tidak semata-mata ditentukan oleh prestasi akademisnya, melainkan juga kemampuan mengelola diri. [13]
3. Tingkatan-Tingkatan Akal
Dalam Buku Psikologi Kenabian, karangan Hamdani Bakran Adz-Dzakiey telah menguraikan bahwa ; ”dilihat dari segi hakekat dan kerjanya, akal manusia terbagi dari 3 kelomok tingkatan, yaitu ; Akal awam, Akal Khawas, dan Akal Khawasul Khawas. [14]
a. Akal Awam.
Akal awam yaitu akal yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau pada umumnya. Kerja akal pada tingkat ini sangat bersifat normatif dan terbatas menurut apa adanya, belum dapat memahami dibalik apa adanya tersebut. Sebagaimana diisyaratkan Allah Swt. dengan beberapa ayat dalam Al-Quran, misal pada Ali-Imran; 118, Yasin: 60-62

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (١١٨)
118. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (Ali-Imran; 118)

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (٦١) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (٦٢)
60. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", 61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. 62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan ? ( Yasin: 60-62) [15]

Mencermati kandungan beberapa ayat Al-quran tentang akal tersebut, maka tersirat menunjukkan makna yang ditujukan kepada akal manusia yang masih terbatas belum berkembang seperti pada contoh ayat diatas أَفَلا تَعْقِلُونَ apakah kamu tidak berakal/ berfikir?
Ini mengisyaratkan makna mengapa kamu tidak menggunakan akal, artinya tersirat makna perintah kembangkanlah akalmu! Tingkatan akal inilah disebut Akal Awam

b. Akal Khawas
Tingkatan akal Khawasul Khawas yaitu akal yang dimiliki oleh para intelektual, ulama, dan pemikir. Akal pada tinkat ini telah terlatih berfikir dengan baik dalam memahami obyek-obyek apa saja, secara sistematis dan metodologis, ini dapat juga disebut akal ilmiah dan filosofis . Potensi kerja akal fikir tingkat ini di dalam al-Quran dibagi atas 4 tahapan yaitu;

† Tahap pengamatan dengan kekuatan nazhar نظر) ( , yaitu menangkap dengan mata kepala dan disimpan dalam ingatan secara cermat, sebagaimana diisyaratkatkan dalam beberapa ayat al-Quran berikut :

أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (١٧) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (١٨) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (١٩) وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (٢٠)
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, 18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Al-Ghasyiyah: 17-20)

مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٧٥)
75. Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan[433]. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (Al-Maaidah: 75)

[433]. Maksudnya ialah: bahwa Isa a.s. dan ibunya adalah manusia, yang memerlukan apa yang diperlukan manusia, seperti makan, minum dan sebagainya.

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ (١٨٥)
185. Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu? (Al-A’raf: 185)

† Tahap pengamatan dengan kekuatan bashar(بصر ) , yaitu menangkap objek pengamatan dengan menggunakan penglihatan mata hati (bathin) sebagaimana diisyaratkan didalam beberapa ayat Al-Quran berikut : [16]

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ
72. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (Al_Qashash: 72)

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)
179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raf: 179)

† Tahap perenungan dan penghayatan dengan kekuatan tafakkur ( تفكر ), yaitu merenungkan dan menghayati secara terperinci dari apa yang telah ditangkap oleh nazhar نظر) ( dan bashar(بصر ) untuk memeperoleh pemahaman, sebagaimana diisyaratkan didalam beberapa ayat Al-Quran berikut :
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (٢٦٦)…..
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya[169].
[169]. Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati orang. (Al-Baqarah: 266)

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (١٧٦)
176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Al-A’raf: 176)

† Tahap penganalisaanو pengambilan hikmah atau kesimpulan tadabbur ( تدبر ), yaitu kerja akal fikir pada tahap analisis, perbandingan, dan pengambilan hikmah dari apa-apa yang telah dikaji secara mendalam. Sehingga menghasilkan kemantapan hati dan keyakinan dari kebaikan dan kebenaran yang dihasilkan dari kerja akal itu. Di dalamnya terdapat berbagai hal yang dapat memberikan manfaat secara nyata dan dapat dirasakan oleh jiwa serta diyani oleh hati, sebagaimana diisyaratkan didalam beberapa ayat Al-Quran berikut : [17]

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (٨٢)
82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa’: 82)

أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (٢٣)أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (٢٤)
23. Mereka itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. 24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 23-24)

Dari kandungan beberapa ayat al-Quran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Tingkatan Akal Khawas ini merupakan akal yang dimiliki oelh kaum intelektual, Ulama, dan para pemikir, memahami dibalik kenyataan, secara sistematis, metodologis meliputi hasil pengamatan kekuatan mata kepala (نظر), kekuatan mata hati (بصر), kekuatan perenungan dan penghayatan (تفكر ), serta kekuatan analisis hikmah-hikmah, pengambilan kesimpulan (تدبر). Sebagai contoh memahami makna dibalik peristiwa sejarah, alamiah, dan diri manusia agar mengambil pelajaran, dsb. Tingkatan akal ini juga disebut Akal Ilmiah.

c. Akal Khawas bil Khawas
Akal Khawas bil Khawas, yaitu akal yang dimiliki oleh para Nabi, Rasul, dan Aulaya’ Allah Swt. Daya fikir tingkat akal ini merupakan anugerah dan karunia langsung dari Allah Swt. Atas ketaatan dan ketaqwaan para Hamba-Nya tersebut. Tingkat akal ini disebut juga Akal Ilahiyah . Inilah tingkat akal tertinggi yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya (Rabbaniyyun). Di dalam al-quran disebut dengan ( رشد) dan ( لب), artinya berfikir dengan petunjuk Ilahi dan hati nurani.[18] Diisyaratkan didalam beberapa ayat Al-Quran:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (١٨٦)
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah: 186)

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ (٥١)
51. Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun)[960], dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Al-Anbiya’: 51)
[960]. Maksudnya sebelum diturunkan Taurat kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا (١٤)
14. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (Al-Jin: 14)

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي (١٧)
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ (١٨)
17. Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya[1310] dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, 18. yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[1311]. Mereka itulah orang-orang yg telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang2 yg mempunyai akal. (Az-Zumar: 17-18)

[1310]. Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t. [1311]. Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.

Menurut Prof.Dr. M.Quraish Shihab, MA dalam Tafsir Al-Misbah, beliau menafsirkan (QS. Al-Baqarah: 179) kata لب ( الباب ) Al-Baab bentuk jamak dari لب (Lubb) yaitu saripati sesuatu. Ulul Al-Baab adalah orang yang memiliki akal yang murni yang tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. [19]
Tingkatan akal yang ketiga ini hanya dimiliki oleh para Nabi, Rasul, dan para Auliya’. Dan akal ini merupakan anugerah dan karunia Allah Swt. Cara kerja akal ini didasari adanya “Ketajallian Nur Ilmu Allah (penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas)”[20] Tingkatan akal ini berfikir dengan petunjuk Allah dan hati nurani guna mecapai manfaat kebaikan, kebenaran, bersyukur, dan takarrub kepada Allah Swt. Dengan demikian berarti ekploitasi akal disini bermakna selalu dalam koridor dan bimbingan Wahyu Allah Swt, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

4. Fungsi Akal Bagi Manusia
Akal adalah nikmat besar yang Allah titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini menunjukkan akan kekuasaan Allah yang sangat menak jubkan. Oleh karenanya, banyak ayat Allah memberi semangat untuk berakal yakni menggunakan akal. Dan secara langsung dan tidak langsung, akal inilah yang membedakan di antara manusia dengan makhluk lain. Gunanya untuk menilai dan merenung setiap kejadian agar dijadikan i'tibar dalam kehidupan. Dengan demikian akal bagi manusia memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut : [21]

a. Sebagai Pembeda Manusia dengan Mahluk lain.
Sebagai Identitas yang khas untuk membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Artinya dengan akal manusia akan dapat dapat mencapai martabat tertinggi dari makhluk lainnya. Yaitu mahluk yang dapat memahami dan mengenal hakikat dirinya, Wujud Pencipta dirinya, dan alam sekitarnya.

b. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk Memaham
Sebagai alat dan sarana yang mengandung daya fikir, yaitu untuk memahami segala apa yang telah ditangkap atau diterima oleh hati dan pancaindera, baik yang berhubungan dengan persoalan ketuhanan Allah Swt, maupun segaala ciptaan-Nya. Dalam hal ini banyak sekali ayat Al-Quran yang memerintahkan agar alat dan sarana (akal) terbut benar-benar digunakan dan difungsikan dengan baik dan benar.

c. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk Membanding
Fungsi akal disini adalah Sebagai alat yang mengandung daya fikir untuk memban ding segala apa yang ditangkap dan diterima oleh hati dan pancaindera, baik yang berhubungan dengan persoalan Ketuhanan, maupun ciptaan-Nya. Perbandingan itu berupa antara Allah Swt. dengan makhluk-makhluk-Nya, yang haqq dan yang bathil, yang baik dan yang buruk, yang manfaat dan yang mudharat, yang lahir dan yang bathin, dan sebagainya.

d. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk Mengambil Hikmah
Fungsi akal manusia dalam hal ini dimaksudkan adalah sebagai alat yang mengandung daya fikir untuk mengambil hikmah dari semua yang telah dipahami dan dibandingkan, yakni mana yang dapat memberikan manfaat, kesejahteraan, kebaikan, ketentraman, keselamatan, kedamaian, ketertiban, dan kebahagiaan bagi manusia dan mahluk lainnya, baik dalam tatanan hidup dan kehidupan di bumi dan di langit, di dunia hingga di akhirat kelak.

Mencermati uraian diatas berarti bahwa; memfungsikan akal seluas-luasnya dan setinggi-tingginya adalah wajib, karena hal itu merupakan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya. Setinggi-tinggi kerja akal adalah memikirkan, memahami, mengkaji, menganalisis,, membanding, dan mencari hikmah dari ciptaan-ciptaan-Nya, sehingga ia berhasil mengenal keberadaan Tuhannya, sehingga ia mencintai, dan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta tabah dan tawakkal terhadap segala cobaan-Nya.

C. AYAT AL-QURAN TENTANG KEDUDUKAN AKAL BAGI MANUSIA
1. Allah Swt. murka terhadap manusia yang tidak menggunakan akalnya.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يَعْقِلُونَ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (Yunus : 100)


2. Bukti orang-orang yang menggunakan Akal.
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syuura : 28)


3. Tidakkah kalian menggunakan Akal ?

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al-Baqarah : 44)


يَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلا تَعْقِلُونَ
Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?"
(Huud : 51)
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? (Al-Anbiya’ : 10)

أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiya’ : 67)

وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan ?. (Yaasiin : 62)

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلا يَعْقِلُونَ
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya)[1271]. Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yaasiin : 68)
[1271]. Maksudnya: kembali menjadi lemah dan kurang akal.

4. Tentang Taqwa dan Akal
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 197)
[122]. Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. [123]. Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. [124]. Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.


5. Agar manusia menggunakan Akal
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya. (Al-Baqarah : 242)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf : 2)

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).
(Az-Zukhruf : 3)
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. (Al-Hadiid : 17)


6. Tak adakah di antara kalian yang menggunakan Akal ?
وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ قَبْلُ كَانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلا تُخْزُونِي فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji[730]. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (Huud : 78)
[730]. Maksudnya perbuatan keji di sini ialah: mengerjakan liwath (homoseksuall).

7. Hanya orang yang berakallah dapat memetik pelajaran
هَذَا بَلاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (Ibrahim : 52)

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Shaad :29)
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (Ar-Ra’du : 19)


8. Sikap orang yang berakal

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya[1310] dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, (Az-Zumar ; 17)
[1310]. Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t.

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ
Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya[1311]. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar ; 18)

[1311]. Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.

9. Sipat orang yang berakal


الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, (Ar-Ra’du : 20)

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan[771], dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (Ar-Ra’du : 21)
[771]. Yaitu mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan.

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (Ar-Ra’du : 22)

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ
(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (Ar-Ra’du : 23)

10. Masuk neraka karena tidak menggunakan Akal [22]
#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr& ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þ’Îû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$#
10. Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".


D. HADITS NABI SAW. TENTANG AKAL BAGI MANUSIA
1. Tiadalah beragama bagi orang yang tidak berakal. Rasulullah pernah bersabda: Tiadalah beragama orang yang tidak berakal dan tiadalah berakal orang yang tiada beragama. Malah ada orang berpendapat bahwa agama seseorang itu adalah mengikut akalnya, bagaimana kedudukan akalnya maka begitulah kedudukan agamanya. Kitapun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan bentuk kemuliaan terhadap akal
2. Agama adalah akal, tidak punya agama maka ia tidak punya akal. Agama adalah akal, barang siapa yang tidak punya agama maka ia tidak punya akal.” Diriwayatkan oleh An-nasa’i dalam kitabnya Al-Kuna dan Ad-Dulabi meriwayat kan darinya dalam kitabnya Al-Kuna wal Asma (2/104) melalui seorang perawi bernama Bisyr bin Ghalib bin Bisyr bin Ghalib dari Az-Zuhri dari Mujammi’ bin Jariyah dari pamannya sampai kepada Nabi tanpa kalimat “ Agama adalah akal.” An-Nasa’I mengatakan: “Hadist ini batil,mungkar.”
3. Akal sebagai tempat bergantungnya hukum. Allah menjadikan akal sebagai tem pat bergantungnya hukum sehingga yang tidak berakal tidak dibebani hukum. Sabda Nabi :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلىَ عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمُ
“Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daruquthni dari shahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan: “Shahih” dalam Shahih Jami’)

4. Akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. Allah mengharamkan khamr untuk menjaga akal (QS. Al-Maidah: 90). Juga Nabi bersabda :“Setiap yang memabukkan itu haram” (dari Abu Musa Al-Asy’ari). Asy-Syinqithi mengatakan, “Dalam rangka menjaga akal maka wajib ditegakkan had (Hudud) bagi peminum khamr.”
5. Batasan wilayah Jangkauan akal. Batasan wilayah akal pada dasrnya tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib dibalik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tetntang Allah dan sifat-sifat-Nya, arwah,surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui oleh akal melalui Wahyu. Nabi bersabda :“Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat Allah.” (HR.Ath-Thabarani, Al-lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu Umar).“Dan mereka bertanya tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra: 85)
6. Ijtihad menggunakan akal. Ijtihad menggunakan akal. Ijtihad ( Arab: اجتهاد ) adalah sebuah usaha yang sungguh- sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. (sebaiknya hanya dilakukan para ‘Ulama Muslim.) [23] Dalam Hadits Nabi Saw.
حديث عمر وبن العص، أنه سمع رسول الله صل الله عليه وسلم، يقول اذا حكم حاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران ، واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر
“Dari Amr bin Al-Ash. ra. Telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: apabila hakim memu tuskan hukum sesudah ijtihad kemudian tepat, maka mendapat pahala dua kali lipat, dan jira hasil ijtihadnya itu ternyata salah, maka mendapat satu pahala. (HR. Bukhari, Muslim)[24]
7. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin Jabal. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin Jabal ketika hendak diutus ke Negeri Yaman. Pada intinya Nabi Saw. bertanya kepada Mu’az bagaimana kamu menetapkan hukum jika kamu dihadapkan dengan perkara yang memerlukan penetapan hukum? Mu’az menjawab; Saya akan menetapkannya dengan Kitab Allah. Kemudian Rasul bertanya; Seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam Kitab Allah, Mu’az menjawab; dengan Sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam Kitab Allah dan dalam Sunnah Rasul, Mu’az menjawab ; Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Maka Rasulullah Saw menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya berkata segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan utusan Rasul dengan sesuatu yang Rasul kehendaki. ( HR.AbuDaud dan At-Tirmidzi ) [25] ( Dasar Ijtihad Quran Surah An-Nisa:83 Asy-syuara’:38, Al-Hasyr:2, Al-Baqarah:59). [26]
Mencermati beberapa kandungan ayat Al-Quran dan beberapa Hadits Nabi Saw di atas, maka sangat jelas betapa besar dan pentingnya makna keberadaan akal dalam ajaran Islam serta bagi makhluk manusia itu sendiri. Meskipun demikian, dikalangan Ulama, Pemikir , dan Cendikiawan Muslim terdapat perbedaan pendapat (pro dan contra) tentang penggunaan dan eksploitasi akal secara berlebihan tanpa berpedoman kepada Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.


E. GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

1. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits Nabi saw. Alquran memiliki muatan yang universal bagi kehidupan umat manusia secara kese luruhan, salah satu di antaranya bagaimana ajaran Alquran berbicara masalah pendidikan. Surah yang pertama diwahyukan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. QS. Al-’Alaq: 1-5 jelas tersurat dan tersirat perintah serta padat makna nilai pendidikan dan pembelajaran ba gi umat manusia, khususnya kaum muslimin. Dan banyak sekali ayat Al-Quran yang berisi, bernilai, bermakna, bertujuan, dan berbicara tentang pendidikan.
Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah Swt selesai menciptakan Adam As, kemudian Allah Swt mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan proses belajar mengajar, yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam As) sebagai “mahasiswa” nya, sedangkan Allah Swt bertindak sebagai “Maha Guru” nya. Setelah selesai PBM maka Allah Swt mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adamlah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut. (QS. Al-Baqoroh: 30-33)
Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 : Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah.
Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan ‘monumental’ yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu. (QS. Luqman (31):12-19) [27]
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir zaman.
Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran diwahyukan hingga sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 :“Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran adalah ilmu pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja. Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu dikembangkan lagi oleh akal manusia dengan salah satu cara melalui proses pendidikan.
Berikut beberapa Hadits Nabi Saw. menggambarkan konsep pendidikan Islam meliputi beberapa aspek dan faktor pendidikan dalam arti; pengembangan akal, wawasan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan pembelajaran, dan sebagainya. Seperti ( terjemahan ) Hadits Beliau berikut ini : [28]
(1) Belajar dan menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. (HR. Bukhari – Muslim)”
(2) Tuntutlah ilmu itu sejak dari buaian sampai ke liang lahad ( sejak kecil sampai mati) (HR. Ibnu ’Abdil Barr)”
(3) Siapa yang menginginkan (kebahagiaan) didunia, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang menginginkan (kebahagiaan) di akhirat, maka hendaklah ia belajar dan berilmu, dan siapa yang menghendaki (kebahagiaan) keduanya, maka iapun harus berilmu. (HR. Ahmad)”
(4) Setiap kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu harus bertanggung jawab atas kepemimpinanmu itu. (HR. Bukhari).”
(5) Barang siapa saja yang ditanya tentang ilmu, kemudian ia menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan), maka allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat. (HR. Abu Daud dan At-Turmuzi)’
(6) Anas mengatakan bahwa rasulullah Saw bersabda ; Anak itu pada hari ke-7 dari kelahirannya sembelihkan akikahnya, serta diberi nama, dan dibersihkan dari segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berumur 6 tahun ia dididik beradab susila. Jika ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, dan jika telah berumur 13 tahun pukullah jika ia tidak sholat. Jika ia telah berusia 16 tahun boleh dikawinkan, setelah itu ayah berjabatan tangan dengannya dan mengatakan ”saya telah mendidik, mengajar dan mengawinkan kamu, saya memohon perlingdungan kepada Allah dari segala fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat ...” (Al-Gazaly, Ihya Ulumuddin II, hl. 217).
Juga dalam beberapa Hadits Nabi Saw. ( Kurang jelas Sanad dan Rawinya ) yang Penulis kutip dari Buku Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, karangan Prof. Dr. Mohammad ’Athiyah Al-Abrasyi ( juga terjemahannya ) sebagai berikut : [29].
(1) ”Kami Para Nabi diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan akalnya..”
(2) Seseorang yang menyampaikan (sesuatu) kepada suatu kaum atau golongan dengan pembicaraan yang tidak sesuai dengan akalnya, maka hal demikian akan menimbulkan fitnah dikalangan mereka.”
(3) Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, tetapi ibu-bapaknyalah yang (dapat) menjadikan ia Yahudi, Masrani, atau Majusi.”
(4) Sarjana dan Ulama adalah pewaris dari pada para Nabi”.
(5) Tinta para Ulama dan Sarjana lebih mulia dari pada darahnya para Syuhada”. (6) Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu dijadikan buat menghadapi masa yang lain dari masa kamu ini”.
(7) Seseorang itu dapat dianggap seorang yang ’alim dan berilmu, selama ia masih terus belajar, apabila ia menyangka bahwa ia serba tahu, maka ia sesungguhnya seorang jahil.”
(8) Seluruh isi langit dan bumi memintakan ampun bagi seorang ahli ilmu.” (9) Mereka ini (kelompok) pertama minta (berdoa) kepada Allah, bila Allah menghendaki, maka ia akan dipenuhi permintaannya tersebut, dan jika Allah menghendaki, maka tidak akan dikabulkannya.. Tepai golongan (kelompok) kedua ini mereka mengajar manusia, sedang saya sendiri (Rasulullah Saw) diutus untuk menjadi juru pendidik.”
(10) Manusia ini hanya dua macam; yaitu orang berilmu dan orang belajar, selain dari kedua golongan ini tidak ada manfaatnya.”
(11) Meninggalnya suatu suku (kaum) lebih enteng dari pada meninggalnya seorang berilmu.”
(12) Kkelebihan seorang Sarjana atau ahli ilmu dari pada orang ahli ibadah ialah seperti kelebihannya bulan dari segala bintang-bintang lainnya.”.
(13) Malaikat-Malaikat itu merendahkan sayapnya kepada penuntut ilmu, justeru karena ia (malaikat) merasa senang atas apa yang dilakukannya.”
(14) Pelajarilah Ilmu, karena belajar itu disisi Allah merupakan suatu kebaikan, me nuntut ilmu itu merupakan tasbih, , mencari ilmu itu merupaka jihad, mengejar ilmu itu suatu ibadah, mengajarkan ilmu itu adalah sedekah, , sedangkan menggunakan ilmu itu bagi yang membutuhkannya merupakan suatu taqarrub atau pendekatan diri kepada Allah Swt.”
(15) Seseorang boleh meremehkan ilmu, jika ia mengetahui betapa sedikitnya manfaat yang yang dapat diperoleh dengan ilmu itu.”
(16) Belum dianggap seseorang itu berilmu sampai ia mengamalkan ilmunya.” (17) Orang yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk yang dimilikinya, maka ia semakin jauh dari Allah Swt.”
(18) Pelajarilah apa-apa yang engkau kehendaki, Allah tidak akan memberi ganjaran kepada engkau sampai engkau mengamalkannya.”
(19) Tunjukilah saudaramu, karena ia sudah tersesat.”
(20) Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah Swt) adalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia.”
(21) Aku diajar oleh Tuhan, dan Ia telah mendidikku dengan sebaik-baiknya.” (22) Ambillah separo agamamu dari dari wanita berkulit putih ini.”
(23) Apakah anda akan meminta keringanan dari hukum yang telah ditetapkan Tuhan?”
(24) Wahai manusia, orang-orang yang sebelum kamu telah sesat, oleh karena jika yang mencuri itu seorang bangsawan, mereka biarkan saja. Bila yang mencuri itu seorang lemah, mereka dijatuhi hukuman. Demi Allah, kalau yang mencuri itu Fatimah binti Muhammad sekalipun, maka Muhammad akan memotong tangannya.”
(25) Seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya wanita, kemudian ia beri pelajaran dengan sebaik-baiknya, diberinya pendidikan sebaik-baiknya, setelah itu ia merdekakan, dan lantas mengawininya pula, maka laki-laki itu akan memeproleh dia pahala.”
(26) Rusaknya umatku adalah karena dua macam orang, yaitu seorang ’alim yang durjana dan seorang shaleh yang jahil. Orang yang paling baik ialah Ulama yang baik, dan orang yang paling jahat ialah orang-orang yang bodoh.”
(27) Janganlah anda mempelajari suatu ilmu dengan maksud untuk berbangga-bangga dengan ’Ulama, atau untuk melayani orang-orang bodoh, bukan pula untuk berkuasa dalam persidangan, tetapiu pelajarilah ilmu demi untuk keridhaan Allah dan untuk akhirat.”
(28) Bekerjalah untuk duniawimu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi.”
Dalam sumber lain Sejumlah ”Hadits Nabi Saw. tentang pendidikan akhlak/adab dalam pergaulan; antara orang tua dengan anak, murid dengan guru, suami dan isteri, dengan tetangga, jual beli, majikan dengan pembantu, ditempat umum, adab berbicara, bersikap, dan berbagai larangan yang bermakna pendidikan , dan sebagainya.”[30]

2. Pengetian dan Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. Atau Pendidikan Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, berarti pendidikan Islam bertujuan untuk mencapai terwujudnya keperibadian seseorang yang membuatnya menjadi Insan Kamil dengan pola hidup Taqwa . Insan Kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah Swt. [31]

3. Landasan, Kerangka Dasar , Faktor-Faktor , dan Materi Pendidikan Islam
Landasan atau sumber utama pelaksanaan pendidikan Islam adalah meliputi; (1) Al-Quranul Karim, (2) As-Sunnah atau Hadits Nabi Muhammad Saw, dan (3) Ijtihad yaitu upaya menggunakan akal fikiran yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. [32]
Adapun kerangka dasar dan Faktor-Faktor Pendidikan Islam menurut Muhammad Thalib ( sesuai Al-Quran dan Hadits ) yang penulis ringkas sbb ; (1) Ada Dasarnya yaitu Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad, (2) Ada Tujuan, (3) Ada Pendidik, (4) Ada Peserta didik, (5) Ada Materi, (6)Ada pengetahuan dasar, (7) Ada sistem, (8) Asas potensi anak, (9) Ada metode, (10)Sifat atau karakteristik, (11) Ada seni variatif kondisional, (12) Bentuk individual dan klasikal, (13)Masa waktu, kesempatan, (14) Berjenjang dan berklas, (15) Ada Penanggung jawab, (16) Ada Dana, (17) Ada fasilitas pembuktian/ peraga, (18) Ada sarana atau tempat, (19)Kode Etik pelaku pendidikan, dan (20) Peraturan, tata tertib dan sanksi. [33]
“Materi pendidikan Islam meliputi ; (1) Al-Quran, (2) Al-Hadits, (3) Aqidah, (4)Syari’ah/ Ibadah, (5) Syari’ah Mua’amalah, (6) Akhlaq, dan (6) Iptek. “ [34]
F. KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Mencermati berbagai uraian di atas, maka dapat dianalisis bahwa konsep akal dan pengaruhnya dalam pengembangan Pendidikan Islam sangat jelas, yaitu keterpaduan antara semua aspek seperti ; hakekat dan fungsi akal itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Dasar pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Al-Hadits, terlebih lagi Ijtihad itu sendiri. Juga jika mencermati pendidikan dalam perspektif Al-Quran dan Hadits Nabi Saw, Kerangka dasar pendidikan Islam, Faktor-Faktor pendidikan Islam, Materi pendidikan Islam itu sendiri, dan sebagainya. Semua aspek tersebut tidak ada maknanya manakala tidak diakomodir , difasilitasi, dimotori, didorong, digali, dibina, dan dikembangkan oleh Akal manusia itu sendiri. Ini merupakan suatu pengaruh Akal manusia yang sangat jelas dan luar biasa terhadap perkembangan pendidikan itu sendiri secara umum.
Dalam Buku Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, menyatakan bahwa ;
Manusia sebagai pelaku dan sasaran pendidikan memiliki alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan, dan keburukan. Alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati nurani, akal, ruh, dan sirr. Sedangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai keburukan adalah hawa nafsu syahwat yang berpusat di perut, dan hawa nafsu amarah yang berpusat di dada. Dalam konteks ini, pendidikan harus berupaya mengarahkan manusia agar memiliki keterampilan untuk dapat mempergunakan alat yang dapat membawa kepada kebaikan, yaitu akal, dan menjauhi penggunaan alat yang dapat membawa kepada keburukan, yaitu hawa nafsu. [35]

Dewasa ini, telah kita ketahui bersama bahwa, betapa banyaknya teori-teori pendi dikan yang bermunculan dari berbagai sendikiawan bangsa, meskipun keberadannya tidak terlepas dari pro dan kontra. Semua teori tersebut merupakan hasil atau produk pengaruh dari potensi akal dan nalar manusia itu sendiri. Seperti teori filsafat pendidikan, paedagogik, metodologi, psikologi, epistemologi pendidikan, dan terus berkembang hingga pada teori-teori science, iptek dan sebagainya.
Tegasnya bahwa, konsep akal dan pengaruhnya dalam pendidikan Islam pada dasrnya sangat jelas, betapa banyak ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw. yang berisi nilai praktis antara fungsi akal, pendidikan dengan berbagai aspeknya, serta tujuan ajaran Islam itu sendiri. Salah satu bukti konkrit yaitu, dalam konsep pendidikan Islam telah disepakati bahwa , salah satu landasan pendidikan Islam selain Al-Quran dan Hadits Nabi Saw. adalah Ijtihad. Ijtihad berarti upaya menggunakan akal fikiran secara maksimal untuk menggali dan mengembangkan nilai semua aspek ajaran Islam, termasuk aspek pendidikan Islam itu sendiri dengan paradigma Wahyu Ilahi, yaitu Al-Quran dan Al-Hadits.
G. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, Konsep akal dan pengaruhnya dalam pendidikan Islam sebagai salah satu sub materi Tafsir Hadits Tematik adalah sebagai berikut :

1) Bahwa esensi dan eksestensi makna akal bagi manusia, merupakan satu dimensi psikhis bernilai plus, sebagai pembeda sekaligus penyempurna bentuk dan potensi dibanding dengan sekian ragam makhluk Allah Swt. yang lainnya.

2) Dalam Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, dimana banyak sekali ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw. yang mengakomodir keberadaan dan perintah penggunaan akal manusia secara maksimal dan produktif, sehingga melahirkan Ijtihad dalam arti Ijtihad berdasarkan acuan kepada Al-Quran dan Al-Hadits.

3) Konsep akal dan pengaruhnya dalam pendidikan Islam mutlak saling berkaitan, saling memerlukan, bahkan tidak bisa dipisahkan sejak lahirnya Islam hingga sekarang, bahkan seterusnya. Di sisi lain. Tetapi terpenting yang dimaksud disini adalah ekploitasi akal teoretis, akal praktis, akal khawas dengan kekuatan nazhar نظر) (, bashar(بصر ) , tafakkur ( تفكر ), tadabbur ( تدبر ), lebih lagi Akal Khawasul Khawas atau Akal Ilahiyah, ini sangat diharapkan selalu mampu untuk memberi warna dan pengaruh terhadap konsep pendidikan Islam itu sendiri atas dasar wahyu Ilahi.

4) Konsep akal Ilahiyah sangat diharapkan selalu memberi pengaruhnya dalam pendidikan Islam mengingat Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya adalah tujuan ajaran Islam itu sendiri, yaitu ; membentuk manusia beriman, berakhlak, berilmu, beramal sholeh, bertaqwa, produktif dan dinamis menjadi insan kamil, berbahagia di dunia dan di akhirat.

2. Saran
Dalam penulisan makalah ini berjudul Konsep Akal dan Pengaruhnya dalam Pendidikan Islam yang merupakan salah satu sub materi mata kuliah Tafsir Hadits Tematik sudah tentu ada kekurangannya, mengingat terbatasnya kapasitas penulis dalam hal format dan teknis penulisan, serta penguasaan materi bidang Tafsir dan Hadits. Oleh karena itu diharapkan masukan perbaikan dari teman-teman dan Dosen Pengampu. Terima kasih.

=== bdp ===
DAFTAR SUMBER RUJUKAN
A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep Teologi Rasional Dalam Tafsir Al-Manar, Erlangga, Yakarta, 2006
Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995,

Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008,

Daud Rasyid, Menempatkan Posisi Akal, daudrasyid. com_content Official website

Ditjen Bimbaga Islam, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan PTA/IAIN, Jakarta, 1984
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Al-Manar, Yogyakarta, 2008.
Imam Az-Zabidi, Ringkasan Hadits Shahih Al-Bukhari, Pustaka Amani, Yakarta, 2002,

Khairuddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Quran, Gema Insani Press, Yakarta, 1993,

mhdkosim.blogspot.com/2009/02/makalah-filsafat-pendidikan-islam_04.html

Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi, Sufistic dan Akal, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998

Muhammd Fuad Abdul Baqi, Mutiara Hadits Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 2005,

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Quran, Lentera Hati, Jakarta, 2005, hlm. 56

Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2001

N.A. Baiquni, Dkk., Indeks Al-Quran, Arbola, Surabaya, 1996

Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3, Toko Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984,

Qomar Suaidi ZA, Lc Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas wikipedia.org.id/ wiki/Syariat_Islam
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, FkBA, Yogyakarta, 2001,
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid 1, 2 , PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001.

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,
Yusuf Al-Qardlawy, Iman dan Kehidupan, Bulan Bintang, Yakarta, 1983,

========

DAFTAR ISI Halaman :

A. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
B. BEBRAPA TINJAUAN TENTANG AKAL ................................................................... 2
1. Pengertian dan Hakikat Akal ........................................................................ 2

2. Konsep Akal Menurut Beberapa Disiplin Ilmu ............................................... 3
3. Tingkatan-Tingkatan Akal ........................................................................... 3
4. Fungsi Akal Bagi Manusia ........................................................................... 7

C. AYAT AL-QURAN TENTANG KEDUDUKAN AKAL BAGI MANUSIA ………………. 9
1. Allah Swt. murka terhadap manusia yang tidak menggunakan akalnya. …… 9

2. Bukti orang-orang yang menggunakan Akal. ............................................. 9

3. Tidakkah kalian menggunakan Akal ? ........................................................ 9
4. Tentang Taqwa dan Akal ..................................................................... 9

5. Agar manusia menggunakan Akal ............................................................. 10
6. Tak adakah di antara kalian yang menggunakan Akal ? ............................. 10
7. Hanya orang yang berakallah dapat memetik pelajaran ............................. 10
8. Sikap orang yang berakal ....................................................................... 10
9. Sipat orang yang berakal ....................................................................... 11
10. Masuk neraka karena tidak menggunakan Akal ........................................ 11
D. HADITS NABI SAW. TENTANG AKAL BAGI MANUSI ........................................ 11
1. Tiadalah beragama bagi orang yang tidak berakal ........................................ 11
2. Agama adalah akal,tidak punya agama maka ia tidak punya akal ................. 11
3. Akal sebagai tempat bergantungnya hukum .............................................. 12

4. akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi .................. 12
5. Batasan wilayah Jangkauan akal ................................................................ 12
6. Ijtihad menggunakan akal. ......................................................................... 12
7. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin Jabal ................................................ 13

E. GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENDIDIKAN ISLAM ....................................... 13
1. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits Nabi saw. ...................... 13
2. Pengetian dan Tujuan Pendidikan Islam .................................................... 18
3. Landasan, Kerangka Dasar , Faktor-Faktor , dan Materi Pendidikan Islam ..... 18
F. KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM ..... 19
G. PENUTUP ................................................................................................... 20
DAFTAR SUMBER RUJUKAN ............................................................................ 21

[1] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, FkBA, Yogyakarta, 2001, hlm. 353

[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hl. 130.
[3] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 15

[4] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid 1, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001. hlm. 98.

[5] ------------------- , Ensiklopedi Hukum Islam jilid 1, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2006. hlm. 68.
[6] Daud Rasyid, Menempatkan Posisi Akal, daudrasyid. com_content Official website -
[7] Tim Penyusun, Op Cit. 335
[8] Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi, Sufistic dan Akal, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003. hlm. 105

[9] I b i d , 120
[10] I b i d , 141-144
[11] Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang, Yogyakarta, 1980, hlm. 63-65.
[12] Muhammad Abdullah, Op Cit
[13] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hlm. 138
[14] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Al-Manar, Yogyakarta, 2008. hlm. 275-279.

[15] Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3, Toko Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984, hlm.
[16] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Op cit , hlm. 280.
[17] I b i d , hlm. 282
[18] I b i d , hlm. 284
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 1, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Quran, Lentera Hati, Jakarta, 2005, hlm. 396

[20] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid 5, hlm. 40
[21] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Loc cit , hlm. 294
[22] A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep Teologi Rasional Dalam Tafsir Al-Manar, Erlangga, Yakarta, 2006 hl. 61

[23] Qomar Suaidi ZA, Lc Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas wikipedia.org.id/wiki/Syariat_Islam

[24] Muhammd Fuad Abdul Baqi, Mutiara Hadits Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hl. 597.

[25] Munzier Saputra, Ilmu Hadits, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hl. 54
[26] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid 2, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001. hl. 183

[27] Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3, Toko Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984, hl. 801-803

[28] Ditjen Bimbaga Islam, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan PT. Agama/IAIN, Jakarta, 1984, hlm. 5-39.
[29] Mohd. ‘Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, hl. 25-173
[30] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995, hl. 121-212
[31] Ditjen Bimbaga Islam, Op cit, hl. 28-82
[32] I b i d , hl. 19-21
[33] Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2001, hlm. 13-84
[34] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 199-408

[35] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hlm. 129

Tidak ada komentar:

Posting Komentar