Kamis, 30 Juli 2009

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN

KONSEP DASAR METODE PENELITIAN DESKRIPTIF

Oleh : Drs. BAHRUNY DP

A. PENDAHULUAN
Metode penelitian secara garis besar menguraikan berbagai komponen yang dapat mencakup variabel dalam penelitian seperti; teori-teori dasar, perencanaan penelitian termasuk rancangan dan teknik pengumpulan data, pelaksanaan penelitian termasuk dan penafsiran, metode-metode analisis yang digunakan, model analisis dan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan, dan laporan penelitian. Metode penelitian dapat diadopsi dari konsep teori tertentu yang telah ada atau menyusun metode sebagai modifikasi dari metode yang telah ada. Pada prinsipnya, metode penelitian lebih difokuskan untuk memberikan arahan pada aktifitas dan proses yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan.
Metodologi penelitian ilmiah banyak macamnya, terutama dilihat dari segi jenis-jenis penelitian ilmiah itu sendiri seperti; Penelitian Historis, Penelitian Deskriptif, PenelitianPengembangan,PenelitianKasus Penelitian Lapangan, Penelitian Korelasional Penelitian Eksperimen, dan Penelitian Tindakan.
Dalam makalah ini membahasa salah satu dari jenis penelitian ilmiah tersebut, yakni Penelitian Desdkriptif, dengan topik Konsep Dasar Metode Penelitian Deskriptif. Penulis memilih Jenis penelitian ini karena mengingat bahwa penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan, atau untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, termasuk persoalan pendidikan.
Metode penelitian deskriptip banyak mempunyai manfaat terutama dalam rangka mengadakan berbagai perbaikan terhadap persoalan yang menjadi obyek penelitian. Permasalahan yang layak diteliti dengan menggunakan metode deskriptif adalah masalah yang dewasa ini sedang sihadapi, misalnya dalam dunia pendidikan, baik untuk mengadakan penelaahan, perbandingan, maupun hubungan anatar gejala peristiwa, atau fenomena yang ada.
Sesuai Topik makalah ini Konsep Dasar Metode Penelitian Deskriptif akan memuat sub materi; pendahuluan, beberapa pengertian istilah penelitian ilmiah, aspek-aspek yang berkaitan dengan metode penelitian deskriptif, penutup dan kesimpulan.
Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan kutipan langsung dan tidak langsung dari beberapa literature dan sumber informasi lainnya.
B. KONSEP DASAR METODE PENELITIAN DESKRIPTIF

1. Beberapa Pengertian Istilah
Dalam sub tema ini dikemukakan beberapa konsep dasar atau pengertian beberapa istilah yang berkaitan dengan Topik diatas sebagai berikut ;
Metode. Metode cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
[1] Metode (yunani; mithodos) adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut cara kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. [2]
Penelitian. Penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti, melalui penerapan prosedure-prosedure ilmiah.[3]
Metode Penelitian. Metode Penelitian sebagai metode ilmiah yaitu merupa kan prosedure atau langkah-langkah sitimatik dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui metode ilmiah.[4]
Deskriptif. Deskriptif dari asal kata deskripsi yang berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci, atau uraian. Sedangkan Deskriptif adalah kata bentukan yang berarti bersifat menggambarkan apa adanya. [5]
Metode Penelitian deskriptif. Metode Penelitian Deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang urgen terjadi pada masa kini. Pemaparan peristiwa tersebut dilakukan secara sistematik, akurat dan lebih menekankan pada data faktual.[6] Metode penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian ilmiah yang digunakan untuk memcahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, pengolahan dan analisis data, membuat kesimpulan dan laporan, dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang sesuatu keadaan secara obyektif dalam situasi yang sedang dihadapi.[7]
2. Aspek-Aspek Metode Penelitian Deskriptif
Disamping memahami pengertian metode penelitian deskriptif di atas, juga banyak aspek yang perlu diketahui yang berkaitan dengan metode penelitian dekriptif tersebut, berikut ini penulis mencoba memaparkan beberrapa aspek dimaksud antara lain; jenis-jenis penelitian deskriptif, pola penelitian deskriptif, ciri-ciri penelitian deskriptif, langkah-langkah penelitian deskriptif, tahapan penelitian deskriptif, mengidentifikasi, memilih dan merumuskan masalah penelitian, melakukan kajian pustaka, merumuskan tujuan penelitian, menguraikan kegunaan dan pentingnya penelitian, menetapkan asumsi penelitian, menetapkan ruang lingkup dan pembatasan enelitian, membuat definisi Istilah/operasional, penyusunan rancangan penelitian (proposal), menentukan populasi dan sampel, menentukan instrumen penelitian (ngket atau kuesioner, wawancara atau interview, pengamatan atau observasi), pengumpulan dan pengolahan data, menganalisis data, serta pelaporan, dan sebagainya.
a. Jenis-Jenis Penelitian deskriptif.
Dalam buku Penelitian Kewpendidikan Prosedure dan Strategi oleh Mohamad Ali, mengemukakan jenis-jenis Penelitian Deskriptif secara singkat sebagai berikut;
[8] Survey. Survey merupakan suatu cara mengadakan penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan obyek yang cukup banyak dalam suatu jangka waktu tertentu. Studi Kasus. Studi Kasus adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Studi Perbandingan. Studi Perbandingan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan berbagai penomena untuk mencari faktor apa saja, atau situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu.
Studi Korelasi. Studi Korelasi pada hakekatnya merupakan penelaahan hubungan antara dua variabel pada satu situasi atau satu atau sekelompok subyek. Studi Prediksi. Studi Prediksi yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperkirakan tentang kemungkinan munculnya suatu gejala berdasarkan gejala lain yang sudah muncul dan diketahui sebelumnya.
Studi Pertumbuhan. Studi Pertumbuhan yaitu studi ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dalam berbagai aspek yang berhubungan dengan kepentingnan sesuatu ( misalnya pendidikan), yang dilakukan dengan cara meneliti sasuatu aspek dari waktu kewaktu, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Studi Kecendrungan. Studi Kecendrungan adalah merupakan penelitian perpaduan antara metode sejarah, dokumenter dan survey yang dilakukan berdasarkan suatu teori, dan dibuat perkiraan kecendrungan yang akan terjadi tentang suatu hal pada masa akan datang dengan menghubungkan teori atau hasil survey itu dengan data yang terdahulu.
b. Pola dan Ciri Penelitian Deskriptif
[9]
Penelitian Deskriptif merupaka penelitian yang berpola menggambarkan apa yang ada dilapangan dan mengupayakan penggambaran data, terlepas apakah data itu kualitatif ataupun kuantitatif. Oleh karenanya penelitian pola deskriptif ini apabila ingin menggambarkan data yang berbentuk /bersumber dari angka-angka maka pola ini sering disebut pola deskriptif kuantitatif . Sebaliknya apabila datanya berbentuk/bersumber dalam bentuk murni ordinal atau nominal maka polanya disebut dengan pola deskriptif kualitatif.
Adapun ciri penelitian deskriptif sbb; (1)Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang membuat narasi data dengan semua hal yang berkaitan dengan pemunculan data. (2)Karena penelitian deskriptif hanya menggambarkan, maka bisa saja tidak harus mengajukan hipotesis, membuat ramalan, atau prediksi. Untuk itu penelitian ini harus rinci dan lengkap menjelaskan semua fenomena yang ada sektar data. (3)Pola deskriptif jika dipakai dalam penelitian survey ada hal yang harus dipenuhi yaitu; data yang telah diangkat melalui survey harus dideskripsikan secara detail, dan data tersebut harus dikomparasikan dengan data lain. (4)Alur penelitian deskripsi ini digambarkan sbb; Variabel Metodologi Data Temuan.
c. Langkah-Langkah Proses Penelitian Deskriptif.
Langkah-langkah penelitian deskriptif dikemukakan secara singkat dalam Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan oleh Arief Furchan, bahwa Proses penelitian deskriptif dapat diikhtisarkan dalam langkah-langkah sebagai berikut
[10] ;
Pernyataan Masalah. Pernyataan masalah ini berarti menetapkan variabel-veriabel yang akan diteliti dalam studi itu, dan menetapkan apakah studi itu hanya akan berusaha menyelidiki status variabel ataukah juga akan meneliti hjubungan antara variabel-variabel tersebut.
Identifikasi Informasi. Identifikasi informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, dalam hal ini peneliti merinci informasi yang akan dikumpulkan, menyatakan apakah ini bersifat kualitatif atau kuantitatif, dan mengidentifikasikan bentuk informasi ini (jumlah, skor tes, jawaban atas kuesioner, wawancara, dan sebagainya).
Pemilihan atau Pengembangan Instrumen Pengumpul Data. Dalam hai ini berarti Peneliti memilih kuesioner, wawancara, tes, dan berbagai macam skala adalah instrumen yang paling sering dipakai dalam penelitian deskriptif. Jika penelitia akan menggunakan instrumen yang telah ada, reliabilitas instrumen ini, validitasnya untuk mengukur variabel yang bersangkutan, dan kecocokannya bagi populasi yang dimaksud harus diteliti.
Identifikasi Populasi dan Penentuan Prosedur Penariakn Sampel yg dierlukan.
Peneliti menentukan kelompok yang akan dicari informasinya, dan peneliti berusaha memilih atau menentukan sampel yang akan mewakili populasi induknya dengan baik dan tepat.
Rancangan Prosedur Pengumpulan Data. Dalam penelitian deskriptif instrumen yang sering digunakan adalah angket (kuesioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. Jelaskan variabel dan faktor-faktor yang akan diukur, serta jenis data yang akan dikumpulkan. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk
mengukur variabel yang diteliti. Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Sumber data dan jenis data yangakan dikumpulkan harus jelas. Instrumen penelitian yang digunakan harus memenuhi persyaratan validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan),
Pengumpulan Data. Prosedur yang dilakukan dalam proses pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri dari persiapan yang bersifat konseptual, teknis dan administratif. Tahap pelaksanaan pengumpulan data disesuaikan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan.
Menganalisis Data. Dalam penelitian deskriptif kegiatan analisis data meliputi langkah-langkah mengolah data, menganalisis data dan menemukan hasil. Mengolah data adalah proses persiapan sebelum dilakukan analisis data, yaitu pencocokan (checking), pembenahan (editing), pemberian label (labeling) dan memberikan kode (coding). Selanjutnya adalah menganalisis data yang meliputi mengklasifikasi data, menyajikan data dan melakukan analisis statistik diskriptif atau prosentase. Data yang terkumpul diklasifikasi menjadi dua kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
[11]
Dalam sumber lain menguraikan Tahapan Proses Penelitian Deskriptif Sbb :
1. Mengidentifikasi, Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
[12]
Penelitian deskriptif dimulai dari munculnya minat peneliti terhadap suatu fenomena yang sedang menjadi perhatian peneliti. Atau mungkin juga dalam situasi tertentu tidak dapat berjalan dengan semestinya sesuai rencana dan prosedur yang telah ada. Situasi tersebut menunjukkan ada kesenjangan antara yang seharusnya dengan kenyataan, antara yang diperlukan dengan yang tersedia, antara harapan dengan capaian. Hal tersebut dapat dijadikan obyek penelitian yang unik dan menarik, sehingga perlu pengembangan atau penyempurnaan melalui penelitian. Fenomena tersebut kemudian disusun menjadi masalah penelitian yang lebih jelas dan sistematis dengan memanfaatkan informasi ilmiah yang sudah tersedia dalam literatur yaitu teori
Ada beberapa alasan perlunya diadakan suatu penelitian di bidang tertentu: 1) tidak ada informasi sama sekali pada aspek tertentu pada bidang tersebut; 2) informasi yang ada belum lengkap pada aspek tertentu pada bidang tersebut; 3) banyak informasi namun perlu pembuktian kembali kebenarannya dengan data yang lebih mutakhir.
Untuk memperoleh permasalahan penelitian tidaklah mudah, seorang peneliti perlu peka, bersikap kritis dan berfikir logis terhadap fenomena yang terjadi. Penting untuk selalu mengembangkan ketajaman persepsinya, sehingga lebih cermat dan teliti pada sesuatu yang perlu dipertanyakan. Selain itu, untuk memperoleh permasalahan penelitian, seorang peneliti perlu memiliki pandangan obyektif yang mampu melepaskan diri dari praduga dan opini pribadi, serta selalu siap untuk dapat menangkap permasalahan yang timbul. Bersikap independen, yaitu tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang lain. Mempunyai wawasan yang luas berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Ada beberapa sumber informasi masalah penelitian. Masalah penelitian yang bersumber dari literatur sering dan lazim dgunakan, terutama literatur primer seperti jurnal akademik dan profesional, jurnal penelitian, laporan penelitian, skripsi. tesis, desertasi, makalah, buku dan tinjauan pustaka. Tentunya literatur sebagai sumber masalah penelitian harus memiliki kriteria tertentu yaitu aktualitas isi sumber tersebut. Pengalaman empirik di lapangan di bidang profesi se hari-hari merupakan sumber masalah yang potensial. Sumber masalah penelitian lainnya adalah hasil komunikasi dengan para ahli atau teman sejawat di bidang terkait, dan juga hasil pengamatan. Hasil berfikir pribadi seorang peneliti sendiri dapat juga menjadi sumber masalah penelitian yang memang layak untuk diteliti.
Ada beberapa kriteria kelayakan yang perlu diperhatikan dalam menentukan suatu masalah untuk diteliti. Masalah yang akan diteliti memiliki kontribusi profesionil dan signifikansi secara ilmiah terhadap ilmu pengetahuan (teoritik) maupun secara praktis; mempunyai derajad keunikan dan keaslian; tersedia sumber data dan memungkinkan untuk pengumpulan data; tersedianya instrumen pengukuran data; tersedianya dana dan waktu untuk melaksanakan penelitian; dan sesuai dengan kemampuan peneliti.
Setelah menentukan permasalahan penelitian yang akan diteliti, selanjutnya dirumuskan masalah penelitian tersebut secara singkat jelas padat dalam bentuk kalimat tanya. Ditinjau dari cakupan aspek-aspek yang terkait dengan masalah penelitian maka rumusan masalah penelitian dapat dibedakan secara umum dan khusus. (Ibnu, Mukhadis, Dasna: 2003). Rumusan masalah umum menunjukkan keseluruhan permasalahan penelitian secara utuh. Contoh: Bagaimanakah pelaksanaan Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah Umum I Malang berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi?
Rumusan masalah khusus yang berfokus pada aspek-aspek tertentu dari permasalahan yang dikaji. Contoh: 1) Bagaimanakah kegiatan Guru dalam pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi? 2) Bagaimanakah kegiatan Siswa dalam pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi? 3) Bagaimanakah ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi?
2. Melakukan Kajian Pustaka
[13]
Setelah masalah penelitian ditetapkan, selanjutnya pada tahapan ini peneliti mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya dengan cara melakukan kajian pustaka. Tujuan kajian pustaka adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah yang diteliti, mempedalam pengetahuan tentang obyek (variabel) yang diteliti, mengkaji teori dasar yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, mengkaji temua penelitian terdahulu, dan mencari informasi aspek masalah yang belum tergarap.
Sumber kajian pustaka dapat diperoleh dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer merupakan karangan asli yang ditulis oleh orang lain secara langsung mengalami, melihat dan mengerjakan sendiri. Sumber sekunder adalah tulisan tentang penelitian orang lain. Bahan pustaka yang biasanya tersedia diperpustakaan adalah ensiklopedia, kamus, buku-buku teks dan buku referensi, buku pegangan, biografi, indeks, abstrak laporan penelitian, majalah, jurnal dan surat kabar, skripsi, tesis, desertasi. Bahan pustaka tersebut dapat juga diperoleh dari instansi atau lembaga tertentu seperti LIPI atau lembaga yang terkait dengan obyek penelitian.
Kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan pustaka, yaitu kemuta-khiran dan relevansi. Dengan memilih bahan pustaka yang mutakhir maka akan diperoleh informasi terbaru dan representatif sebagai landasan teori obyek yang sedang diteliti. Selain itu, bahan pustaka yang relevan diperlukan untuk menghasilkan kajian pustaka yang berkaitan erat dengan masalah yang diteliti.
3. Merumuskan Tujuan Penelitian
[14]
Tujuan penelitian merupakan ungkapan sasaran yang akan dicapai dalam suatu penelitian. Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan kongkrit, jelas dan ringkas dan dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Isi dan rumusan tujuan penelitian harus mengacu pada rumusan masalah penelitian.
Dalam penelitian deskriptif, tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran dan diskripsi secara rinci, sistematis dan akurat suatu fenomena. Rumusan tujuan peneliti-an deskriptif meliputi mengklasifikasi dan menguraikan tentang sifat-sifat atau faktor-faktor fenomena tersebut. Suatu penelitian ada yang hanya memerlukan satu tujuan, ada juga mempunyai beberapa tujuan sesuai dengan sub-permasalahan (Zainuddin:1988). Contoh rumusan tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah Umum I Malang berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Rumusan tujuan penelitian tersebut dijabarkan lebih rinci berdasakan sub permasalahan penelitian sesuai rumusan permasalahan, meliputi kegiatan guru, siswa dan ketersediaan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi?
4. Menguraikan Kegunaan dan Pentingnya Penelitian
[15]
Dalam bagian ini diuraikan kegunaan dan pentingnya penelitan yang berisi alasan bahwa masalah yang dipilih memang layak untuk diteliti. Suatu penelitian adalah sebagai cara mengembangkan pengetahuan yaitu berupa temuan-temuan baru, merupakan koreksi atau dukungan terhadap teori yang sudah ada. Suatu penelitian berguna untuk pengem-bangan teknologi. Mungkin juga suatu penelitian bermanfaat sebagai penyumbang informasi penting pembuatan kebijakan dan perencanaan program pembangunan. Kegunaan yang lain adalah sebagai alat pemecahan masalah-masalah praktis di lapangan dalam bidang tertentu..
5. Menetapkan Asumsi Penelitian
[16]
Asumsi dalam konteks penelitian diartikan sebagai anggapan dasar, yaitu suatu pernyataan atau sesuatau yang diakui kebenarannya atau dianggap benar tanpa harus dibuktikan lebih dahulu. Asumsi penelitian merupakan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Menurut sifatnya ada tiga jenis asumsi, yaitu asumsi konseptual, asumsi situasional dan asumsi operasional. Asumsi konseptual berakar pada pengakuan akan kebenaran suatu konsep atau teori. Asumsi situasional diperlukan untuk mengantisipasi adanya kondisi lokal atau situasi yang bersifat sementara yang berpotensi mempengaruhi berlakunya suatu hukum atau prinsip yang dapat menggoyahkan rancangan penelitian. Asumsi operasional bertolak dari masalah-masalah operasional yang masih dalam jangkauan pengendalian peneliti. (Ibnu, Mukhadis, Dasna: 2003)
6. Menetapkan Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
[17]
Ruang lingkup penelitian menggambarkan luas dan batas-batas area penelitian yang akan dilaksanakan. Pada bagian ini dikemukakan secara pasti faktor-faktor atau variabel-variabel yang diteliti, subyek atau populasi penelitian, dan lokasi penelitian. Ruang lingkup penelitian akan menjadi jelas dengan menjabarkan variabel penelitian menjadi sub-variabel dan indikator-indikatornya. Variabel adalah faktor yang apabila diukur memberikan nilai yang bervariasi. Variabel adalah suatu konsep yang mempunyai lebih dari satu nilai, keadaan, katagori, atau kondisi. Dalam penelitian deskriptif hanya mempunyai satu variabel, sehingga variabel penelitian tersebut dijabarkan menjadi sub-variabel dan indikator sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Keterbatasan penelitian menunjuk kepada suatu situasidan kondisi yang tidak bisa dihindari dalam penelitian dan peneliti tidak dapat berbuat banyak untuk mengendalikan- nya. Situasi dan kondisi tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan hasil penelitian dan merupakan kelemahan penelitian. Misalnya, jika penelitian dilakukan di sekolah, tentu ada faktor di luar sekolah yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti. Meskipun demikian tidak berarti hasil penelitian menjadi tidak berguna dan keterbatasan penelitian ini perlu dikemukakan agar pembaca dapat menyikapi temuan penelitian tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
7. Membuat Definisi Istilah/Operasional
[18]
Setiap istilah yang unik, istilah yang mempunyai beberapa pengertian atau dapat diartikan ganda, yang berhubungan erat dengan konsep-konsep pokok dengan masalah yang diteliti atau variabel penelitian harus diberi definisi. Definisi istilah ini penting untuk menyamakan pengertian dan makna istilah yang dimaksud. Definisi istilah dapat berbentuk definisi operasional variabel yang diteliti dan dititikberatkan pada pengertian yang diberikan oleh peneliti. Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-siat sesuatu yang didefinisikan yang dapat diamati dan diukur. Sehingga dari definisi operasional tersebut akan mengacu pada cara pengambilan data dan alat pengumpul data yang akan digunakan.
8. Penyusunan Rancangan Penelitian
[19]
Dalam menyusun rancangan penelitian mencakup pokok-pokok bahasan antara lain 1) menentukan metode/rancangan penelitian, 2) menentukan populasi dan sampel penelitian, 3) menentukan instrumen penelitian, 4) mengumpulkan data, dan 5) melakukan analisis data.
Sesuai dengan tujuan dan sifatnya, pada umumnya penelitian deskriptif meng-gunakan metode survey. Metode survey merupakan bagian dari studi deskriptif yang bertujuan untuk mencari kedudukan (status) fenomena (gejala) dan menentukan ke-samaan status dengan cara membandingkan dengan standar yang sudah ditentukan (Suharsimi: 1989). Lebih lanjut dijelaskan bahwa studi survey merupakan bagian dari studi deskriptif yang meliputi sebagai berikut. 1) School survey yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendidikan. Masalahnya berhubungan dengan situasi belajar, proses belajar mengajar, personalia pendidikan, siswa dan hal-hal yang berkaitan dengan yang menunjang proses belajar mengajar. 2) Job analisis yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai tugas-tugas dan tanggung jawab karyawan, aktivitas khusus, keterlibatan dan fungsi anggota organisasi, kinerja dan fasilitas. 3) Analisis dokumen, sering disebut juga analisis isi analisis aktivitas atau analisis informasi. Kegiatannya antara lain menganalsis dokumen, peraturan, keputusan-keputusan dan buku. 4) Public opinion surveys bertujuan untuk mengetahui pendapat umum tentang sesuatu hal. 5) Community surveys disebut juga social surveys atau field surveys yang bertujuan mencari informasi tentang aspek kehidupan secara luas dan mendalam yang menyangkut masyarakat dan sekolah. (Van Dalen: 1962).
Menurut Singarimbun (1987), penelitian survey dapat digunakan untuk maksud penjajagan (eksploratif), deskriptif, penjelasan (explanatory atau confirmatory), evaluasi, prediksi penelitian operasional dan pengembangan indikator-indikator sosial.
Contoh Format Proposal Penelitian Deskriptif
[20]
1. Latar Belakang Masalah
2. Penegasan Judul
3. Rumusan Masalah
4. Tujuan Penelitian
5. Hipotesis Penelitian (jika ada)
6. Kegunaan Penelitian
7. Definisi Istilah/ Definisi Operasional
8. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian
9. Tempat dan Waktu Penelitian 10. Jadwal Kegiatan Penelitian 11. Populasi dan Teknik Sampling 12. Instrumen Penelitian 13. Teknik Pengumpulan Data 14. Teknik Analisis Data 15. Anggaran Biaya Penelitian 16. Daftar Pustaka
9. Menentukan Populasi dan Sampel
[21]
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang menjadi pusat perhatian penelitian. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, gejala, kasus, waktu, tempat. Populasi dapat berstatus sebagai objek penelitian jika populasi tersebut sebagai substansi yang diteliti. Populasi penelitian dapat berstatus sebagai sumber informasi. Dalam penelitian survey, orang atau sekelompok orang biasanya berfungsi sebagai sumber informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya atau fenomena yang berkaitan dengan dirinya. (Ibnu, Mukhadis dan Dasna: 2003).
Pelibatan populasi dalam suatu penelitian merupakan suyatu yang ideal. Tetapi dalam suatu penelitian seringkali tidak dapat menjangkau populasi karena jumlahnya sangat besar. Dengan beberapa pertimbangan, memungkinkan penelitian populasi tidak perlu dilakukan. Pertimbangan tersebut adalah pertimbangan akademik, yaitu berlakunya inferensi statistik dan pertimbangan non akademik yaitu keterbatasan tenaga, waktu, biaya dukungan logistik dan kepraktisan. (Ibnu, Mukhadis dan Dasna: 2003). Maka penelitian dapat hanya menjangkau sebagian dari populasi. Sebagian populasi tersebut adalah sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi atau sejumlah anggota populasi yang mewakili populasinya. Karena sampel mewakili populasi maka sampel harus dipilih sesuai dengan karakteristik populasi tersebut. Sehingga sampel tersebut benar-benar representatif, artinya sampel tersebut mencerminkan keadaan populasi secara cermat.
Cara pengambilan sampel (sampling) dibedakan menjadi dua yaitu random sampling dan non-random sampling. Dalam random (acak) sampling, setiap individu anggota populasi mempunayi kesempatan (probabilitas) yang sama untuk menjadi sampel. Dalam non-random sampling, kesempatan setiap individu anggota populasi menjadi sampel tidak sama. Yang termasuk random sampling adalah simple random sampling (acak sederahana), systematic random sampling, stratified random sampling (acak stratifiasi atau bertingkat), cluster random sampling (acak rumpun atau kelompok) dan multistage random sampling (acak gabungan berbagai cara). Yang termasuk non-random sampling adalah sampling seenaknya, purposif sampling (sampling bertujuan), quota sampling..
Dalam penelitian deskriptif, sampel sebagai sumber data seringkali disebut responden, tergantung pada cara pengambilan data. Besarnya sampel tergantung dari homogenitas karakteristik populasi. Semakin homogen karakteristik populasi, semakin sedikit sampel yang perlu diambil. Sebaliknya, semakin hiterogen karakteristik populasi, semakin besar sampel yang harus diambil.
10. Menentukan Instrumen Penelitian
[22]
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Sumber data dan jenis data yangakan dikumpulkan harus jelas. Instrumen penelitian yang digunakan harus memenuhi persyaratan validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan), paling tidak ditinjau dari segi isinya sesuai dengan variabel yang diukur. Prosedur pengembangan instrumen pengumpul data perlu dijelaskan tentang proses uji coba, analisis butir tes, uji kesahihan dan uji keterandalan.
Dalam penelitian deskriptif instrumen yang sering digunakan adalah angket (kuesioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. Jelaskan variabel dan faktor-faktor yang akan diukur, serta jenis data yang akan dikumpulkan.
Berikut ini disajikan pengembangan instrumen angket (kuesioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan.
Angket atau Kuesioner
[23]
Teknik angket adalah salah satu cara untuk mengumpulkan data atau informasi siswa menggunakan serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada siswa secara tertulis.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun angket sebagai berikut. Pertama, merumuskan tujuan yang diinginkan dari penggunaan angket sebagai alat pengumpul data siswa. Kedua, mengidentifikasi masalah yang menjadi materi angket dan dijabarkan ke dalam susunan kalimat-kalimat pertanyaan. Ketiga, susunan kalimat pertanyaan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti, jelas dan tidak bermakna ganda. Keempat, dituntut kreatifitas penyusun angket agar diperoleh obyektifitas jawaban.
Teknik angket dibedakan menjadi dua, yaitu angket terstruktur dan angket tidak terstruktur. Angket terstruktur bersifat tegas, pertanyaan yang diajukan kepada siswa menuntut jawabab yang tegas dan jawaban relatif lebih singkat. Sedangkan angket tidak terstruktur, siswa diharapkan menguraikan jawaban secara lengkap leluasa dan terbuka. (Kirkendal, Gruber, dan Johnson: 1980).
Berdasarkan bentuk dan jenis pertanyaan, angket dibedakan menjadi tiga bentuk. Bentuk pertama adalah angket isian tertutup. Jawaban yang diharapkan sudah tertentu dan diarahkan oleh pembuat angket. Bentuk angket kedua adalah angket isian terbuka. Angket ini menghendaki jawaban yang lebih luas dan lengkap. Bentuk ketiga adalah angket dengan daftar cek. Siswa diminta menentukan jawaban yang sesuai dengan memberi tanda cek () pada daftar yang telah tersedia. Bentuk keempat adalah angket pilihan ganda. Jawaban siswa terbatas pada alternatif jawaban yang telah direncanakan penyusun angket dengan cara memilih jawaban yang sesuai. (Suharsimi: 1989)
Wawancara (interview)
[24]
Teknik wawancara adalah cara mengumpulkan data tentang siswa yang dilakukan dengan mengadakan percakapan antara pewawancara (guru) dengan siswa yang sedang dikumpulkan datanya.
Dalam melaksanakan wawancara perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pewawancara hendaknya dapat menciptakan hubungan yang baik dengan yang diwawancarai agar jawaban dan pendapatnya dapat dikemukakan secara terbuka, obyektif dan benar. Kedua, pewawancara perlu menciptakan situasi wawancara sedemikian rupa sehingga siswa yang sedang diwawancarai tidak merasakan seperti diinterograsi. Ketiga, agar wawancara tidak menyimpang dari apa yang ingin diperoleh, terlebih dahulu perlu disusun materi wawancara sebagai pedoman bagi pewawancara. (Suharsimi: 1989)
Berdasarkan peranan yang dilakukan, teknik wawancara dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, wawancara berpedoman. Yaitu wawancara yang telah direncanakan menggunaka suatu pedoman wawncara, sehingga wawancara sesuai dengan tujuan. Kedua, wawancara terpusat, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap siswa-siswa tertentu yang diharapkan dapat diperoleh informasi yang ber-kaitan dengan suatu obyek dan tujuan wawancara. Ketiga, wawancara berulang, biasanya dilakukan untuk mengungkap perkembangan proses sosial pada kurun waktu tertentu. (Suharsimi: 1989).
Berdasarkan jumlah orang yang diwawancarai dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, wawancara dilakukan terhadap satu siswa. Biasanya wawancara ini untuk mengumpulkan informasi tentang masalah-masalah siswa yang bersifat pribadi. Kedua, wawancara yang dilakukan erhadap sekelompok siswa atau lebih dari satu siswa. Wawancara ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dari sekelompok siswa. yang mempunyai masalah yang sama.
Pengamatan (observasi)
[25]
Teknik pengamatan atau observasi dilakukan dengan cara mengamati tingkah laku siswa atau obyek sedemikian rupa, diharapkan siswa atau obyek yang diamati tidak mengetahui bahwa dia sedang diamati. Dalam melakukan pengumpulan data mengguna-kan teknik pengamatan ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, tujuan yang yang ingin dicapai harus ditetapkan lebih dahulu. Kedua, kegiatan pengamatan direncanakan secara sistematis; mulai dari instrumen, pelaksanaan pengamatan, pencatatan sampai dengan pengolahan hasil. Ketiga, perlu diperhati-kan reliabilitas, validitas dan obyeltifitas instrumen. Keempat, meskipun teknik pengamatan bersifat kualitatif dan subyektif, diusahakan diperoleh hasil yang kuantitatif dan obyektif. (Suharsimi: 1989)
Berdasarkan tujuan dan cara pengamatan, dibedakan menjadi beberapa teknik pengamatan: Pertama, pengamatan partisipatif. Dalam pengamatan partisipatif ini, pengamat ikut terlibat dan mengambil bagia dalam kegiatan yang dilakukan siswa atau obyek yang diamati. Misalnya, seorang guru ingin mengetahui kesungguhan dan keaktifan siswa dalam suatu kegiatan belajar mengajar permainan sepakbola; maka guru harus ikut terlibat langsung dalam permainan sepakbola tersebut. Selain itu ada cara pengamatan kuasi-partisipatif, yaitu pengamat harus ikut terlibat langsung dalam kegiatan atau kadang-kadang hanya mengamati dari luar kegiatan saja. Kedua, pengamatan sistematis. Sebelum melakukan pengamatan, aspek-aspek yang akan diamati telah disusun dan diatur dalam suatu struktur pengamatan berdasarkan katagori masalah yang akan diamati. Aspek-aspek yang akan diamati dijabarkan dalam suatu instrumen pengamatan. Misalnya, pengamatan tentang kemampuan kerjasama dalam bermain bola voli. Maka dalam instrumen pengamat-an harus dijabarkan aspek-aspek tingkah laku pemain bola voli yang merupakan indikator kemampuan kerjasama dalam bermain. Ketiga, pengamatan eksperimental. Biasanya pengamatan eksperimental dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala atau perubahan-perubahan sebagai akibat dari suatu situasi perlakuan eksperimen yang sengaja diadakan. Contoh: pengamatan tentang sportifitas dalam bermain bulutangkis jika tidak dipimpin oleh wasit. (Budiwanto: 2001)
11. Mengumpulkan Data
[26]
Setelah instrumen penelitian diperoleh, selanjutna dilakukan pengumpulan data. Jelaskan langkah-langkah yang ditempuh dan teknik yang digunakan untuk mengpulkan data. Dalam proses mengumpulan data mungkin melibatkan petugas, maka harus dijelaskan kualifikasi dan jumlahnya. Petugas pengumpul data perlu dilakukan koordinasi dan penjelasan teknis pengumpulan data. Kemudian tetapkan jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data.
Prosedur yang dilakukan dalam proses pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap, yaitutahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri dari persiapan yang bersifat konseptual, teknis dan administratif. Tahap pelaksanaan pengumpulan data disesuaikan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan.
12. Menganalisis Data
[27]
Setelah diperoleh data dari hasil pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah . melakukan analisis data. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, analisis data hasil penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk data yang bersifat uraian kalimat yang tidak dapat diubah dalam bentuk angka-angka. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk data yang dapat diklasifikasi dalam katagori-katagori atau diubah dalam bentuk angka-angka. Analisis kuantitatif disebut juga analisis statistik. Analisis statistik dibedakan menjadi dua, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan sifat-sifat sampel atau populasi. (Budiwanto: 1999). Statistik inferensial digunakan untuk mengambil kesimpulan mengenai sifat-sifat populasi berdasarkan data dari sample.
Dalam penelitian deskriptif kegiatan analisis data meliputi langkah-langkah mengolah data, menganalisis data dan menemukan hasil. Mengolah data adalah proses persiapan sebelum dilakukan analisis data, yaitu pencocokan (checking), pembenahan (editing), pemberian label (labeling) dan memberikan kode (coding). Kegiatan pen-cocokan adalah untuk mengetahui jumlah instrumen yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan dan mengecek kelengkapan lembar instrumen. Kegiatan pembenahan meliputi mengecek kelengkapan pengisian data, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, keajegan dan kesesuaian jawaban, relevansi jawaban, dan penggunaan satuan data. Kegiatan pemberian label adalah pemberian identitas secara spesifik terhadap instrumen yang masuk, meliputi jenis instrumen, identitas responden, stratifikasi, area atau kelompok. Kegiatan pemberian kode adalah mengklasifikasi jawaban responden menurut jenis dan sifatnya dengan cara memberi kode.
Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis data yang meliputi mengklasifikasi data, menyajikan data dan melakukan analisis statistik diskriptif atau prosentase. Data yang terkumpul diklasifikasi menjadi dua kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif yaitu jawaban responden yang digambarkan menggunakan kata-kata atau kalimat. Data kualitatif ini selanjutnya dipisah-pisahkan menurut katagori yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Data yang bersifat kuantitatif berupa angka-angka dapat diproses dengan beberapa cara, antara lain menggunakan statistik deskriptif atau prosentase. Statistik deskriptif antara lain rata-rata hitung (mean), median dan modus. Kadang-kadang, setelah dianalisis persentase kemudian ditafsirkan dengan kata yang bersifat kualitatif, misalnya 86% --100% adalah baik sekali, 71% -- 85% adalah baik, 56% --70% adalah sedang, 46% -- 55% adalah kurang, dan 46% ke bawah adalah kurang sekali. Teknik ini sering disebut teknik deskriptif kualitatif dengan persentase. Berdasarkan analisis data tersebut kemudian divisualisasikan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram secara jelas sebagi temuan hasil penelitian.




C. PENUTUP
Metode Penelitian Deskriptif adalah salah satu jenis dari sekian metode penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam penulisan karya ilmiah terutama di kalangan Perguruan Tinggi. Salah satu lahan penelitian deskriptif adalah bidang sosial kemasyarakatan atau bidang ilmu-ilmu sosial termasuk dalam bidang pendidikan.
Penguasaan metode penelitian ilmiah dapat meningkatkan kemampuan civitas akademika untuk menghasilkan keluaran penelitian yang bermutu. Keluaran penelitian dapat menjadi kontribusi perguruan tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan nasional. Dengan demikian, penelitian merupakan wahana penting bagi perguruan tinggi khususnya dikalangan Mahasiswa untuk turut berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, agaama , dan teknologi serta pembangunan nasional.
Dengan demikian penulis harapkan, disamping tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas perkuliahan sebagai bahan diskusi kelas dengan teman mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Islam IAIN Antasari semester 2 2008/2009, juga penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat memberi manfaat dan tambahan wawasan bagi penulis sendiri relevansinya dengan metode penelitian dan penulisan karya ilmiah untuk penyusunan Proposal Penelitian dan Tesis ke depan nantinya.
Makalah ini sangat terbatas isi / muatannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi berupa tanggapan, pembahasan, masukan, perbaikan, dan penyempurnaan makalah ini dari teman-teman peserta diskusi.
Atas partisipasi dan sumbangan ilmiahnya diucapkan terima kasih.

Penulis Kelmpok I.







DAFTAR SUMBER RUJUKAN



Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982

Burhan Bangin, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

http://www.infoskripsi.com/Resource/Penelitian-Pendidikan.html,Dasar-dasar Metodologi Penelitian, Universitas Negeri, Malang,
http://www.infoskripsi.com/html - 36k - , Contoh Proposal Penelitian Deskriptif,
IInstitut Agama Islam Negri Antasa, Pedoman Penulisan Tesis, Program Pascasarjana IAIN Antasari, Banjarmasin, 2007.

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1981

Mohamad Ali, Penelitian Kewpendidikan Prosedure dan Strategi, Angkasa, Bandung, 1982

Suahrsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta, 2006

Sudjarwo, MS., Dr. H. Metodologi Penelitian Sosial, Mandiri Maju, Bandung, 2001

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 652.

Zainal Aqib, dkk., Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SMP, SMA, SMK, Arama Widya, Bandung, 2008.

[1] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 652.

[2] Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1981, hlm. 16

[3] Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 44

[4] Sudjarwo, MS., Dr. H. Metodologi Penelitian Sosial, Mandiri Maju, Bandung, 2001, hlm. 22.

[5] Tim Penyusun, op cit, hlm. 228.
[6] Dasar-dasar Metodologi Penelitian, Universitas Negeri, Malang, http://www.infoskripsi.com/Resource/ Penelitian-Pendidikan.html

[7] Mohamad Ali, Penelitian Kewpendidikan Prosedure dan Strategi, Angkasa, Bandung, 1982, hlm. 120.

[8] I b i d , hlm. 121 – 126.
[9] Sudjarwo, MS., Dr. H. Metodologi Penelitian Sosial, Mandiri Maju, Bandung, 2001, hlm. 51-53.
[10] Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, h 436-438
[11] I b i d , hlm. 438
[12] Dasar-dasar Metodologi Penelitian, Universitas Negeri, Malang, http://www.infoskripsi.com/Resource/ Penelitian-Pendidikan.html
[13] I b i d ,
[14] I b i d ,

[15] I b i d ,

[16] I b i d ,

[17] I b i d ,

[18] I b i d ,

[19] I b i d ,

[20] Contoh Proposal Penelitian Deskriptif, http://www.infoskripsi.com/html - 36k -

[21] Op cit,

[22] I b i d ,

[23] I b i d ,

[24] I b i d ,

[25] I b i d ,

[26] I b i d ,

[27] I b i d ,

MAKALAH : FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM & BARAT

Oleh : Drs. BAHRUNY DP ( Guru PAI SMA PGRI 4 Banjarmasin )

A. PENDAHULUAN

Pelaksanaan pendidikan secara umum dan pendidikan keagamaan secara khusus bertujuan untuk membimbing, mengarahkan, melatih, membiasakan, hingga mendewasakan manusia secara fisik dan psikis, jasmani dan rohani meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, atau membentuk kecerdasan intelegensi (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan Spiritual (SQ).
Upaya sadar dalam pelaksanaan pendidikan terutama pendidikan keagamaan sangat penting ditanamkan sejak dini kepada anak manusia, bahkan sebelum manusia dilahirkan seharusnya upaya penanaman nilai pendidikan terutama pendidikan keagamaan itu mulai dilaksanakan. Dalam teori pendidikan dikenal dengan sebutan ’Pendidikan Pranatal” atau pendidikan dan pembiasaan sebelum kelahiran anak.
Dalam upaya penanaman nilai-nilai pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan tersebut, dalam makalah ini penulis mencoba mengangkat sebuah permasalahan pendidikan keberagamaan anak dengan tema Mendidik Keberagamaan Anak Menurut YB. Mangun Wijaya. Isi makalah ini merupakan sebuah ringkasan atau saduran dengan pendekatan kutipan langsung dan tidak langsung dari sebuh buku Beliau berjudul Menumbuhkan Sikap Relegius Anak-Anak.
Sebagai gambaran isi poko sesuai tema pembahasan makalah ini, Selain bagian pendahuluan, Riwayat Singkat YB. Mangun Wijaya dan bagian penutup, maka pada bagian pembahasan berisi tentang; Pemaknaan istilah keagamnaan dan relegiusitas dengan berbagai urgensinya, Aneka potensi kejiwaan yang dimiliki Anak-Anak, Perlunya suasana dialog dan komuniaksi edukatif terhadap anak, Konsep membina pencitraan Tuhan dengan beberapa konotasi kepada anak-anak, cara pemanduan hati nurani anak-anak, serta Anak menjadi kesatria terhadap Tuhan dan sesama manusia hingga diharapkan menjadi hamba Tuhan sejati.

B. MENDIDIK KEBERAGAMAAN ANAK MENURUT Y.B. MANGUNWIJAYA
1. Riwayat Singkat Y.B. Mangunwijaya
Nama lengkapnya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya. Lahir 6 Maret 1929 di Ambarawa, Jateng, Ia anak sulung dari dua belas bersaudara. Ayahnya bernama Yulianus Sumadi, ibunya Serafin Kamdaniyah, beragama Katolik.
Riwayat Pendidikannya di HIS Fransiscus Xaverius Magelang (1936 -- 1943). Di STM Jetis, Yogyakarta (1943 -- 1947), SMU-B Santo Albertus, Malang (1948 -- 1951). Pendidikan Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, kemudian ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang.
Semasa sekolahnya, Mangunwijaya sudah ikut dalam gerakan kemerdekaan bergabung dalam Batalyon X Divisi III sebagai prajurit TKR. Juga turut pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Ia juga pernah sebagai sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan. Pernah menjabat komandan Tentara Pelajar saat Agresi Militer Belanda I pada Kompi Kedu.
Uskup Soegijapranata, SJ. yang juga tokoh Nasional. Uskup agung pribumi pertama di Indonesia menahbiskan Romo Mangun sebagai imam, Ia melanjutkan pendidikannya di Teknik Arsitektur ITB. Th 1959 dari ITB, ia berstudinya di universitasdi Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman pada 1960-1966.
Ia menghasilkan beragam arsitektural nuansa baru di Indonesia sehingga dijuluki bapak arsitektur modern Indonesia. Ia banyak merancang bangunan gedung, kawasan pemukiman warga pinggiran. Ia juga sosio-politis memihak rakyat kecil, berbagai julukan predikat kepada belaiau seperti; Penulis, Arsitektur, Budayawan, Pendidik, Humanis, Sastrawan, Bapa Gereja, dsb.
Tahun 1986, pembelaannya kepada nasib penduduk Kedungombo menyebabkan Presiden Soeharto menuduhnya sebagai komunis berkedok rohaniawan. Ia dituduh melakukan kristenisasi kepada para santri. Beliau meninggal pada tgl 10 Februari 1999 di Jakarta, karena serangan jantung.
2. Pemaknaan Istilah Agama dan Relegiusitas
Relegiousitas tidak identik sama dengan keagamaan, idealnya orang yang beragama juga religious, tetapi kebanyakannya tidak ideal seperti itu. Banyak manusia agamawan dengan sebab dan motif tertentu, berarti ia bukan manusia religious.
Menurut Mangunwijaya, Agama lebih menunjukkan kepada kelemba gaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada Dunia Atas dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir kitab-kitab keramat dan sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan.
Sedangkan Relegiusitas lebih melihat kepada aspek yang dilubuk hati, riak getaran hati nurani peribadi, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena manafaskan intimitas jiwa, cita rasa yang mencakup totalitas rasio dan rasa manusiawinya, kedalaman si peribadi manusia.
Agama bertugas agar kehidupan masyarakat manusia teratur dan pengabdi Allah secara terarah dalam aturan dan hukum-hukum. Pada tingkat religiousitas bukanlah peraturan atau hukum-hukum yang berbicara, tetapi keikhlasan, kesukarelaan, dan kepasrahan kepada Tuhan. Relegiousitas hanya dapat dihayati dari dalam, sulit diukur dari luar. Yang terpenting adalah kualitas, bukan kuantitas, lain rupa tetapi isi dan esensi.
Realitas dalam kehidupan manusia, lahiriyahnya beragama tetapi batinnya tidak. Batinnya beragama tetapi lahiriyahnya tidak. Ada juga lahir dan batinnya tidak beragama dan religious. Yang paripurna adalah lahir dan batinnya beragama dan religious.
Menurut Mangunwijaya bahwa Manusia, agama, dan relegiusitas adalah bagaikan kembang dengan daun kelopak bunga bermadu serta sari bunga yang mengndung kelezatan kehidupan. Tuhan menilai manusia bukan atas fakta memeluk agama secara formal, tetapi adalah kualitas relegiusitas mamsing-masing individu.

3. Potensi Jiwa dan Sikap Religius yang Dimiliki Anak-Anak
Dalam buku Menumbuhkan Sikap Relegius Anak-Anak oleh Mangunwijaya, beliau tidak memberi batasan usia dan definisi secara teori psikologis tentang kategori Anak-Anak. Nampaknya beliau memaknai tentang Anak-Anak sesuai proses perkembangan dan pertumbuhannya secara alamiah.
Yang jelas menurut Mangunwijaya bahwa, Benih-benih potensi dan bakat pada anak dan pengaruh lingkungan menyeluruh membentuk watak perilaku dan pertumbuhan ; kesehatan, kepandaian, minat, budaya, tenggang rasa, sifat menolong, pemaaf, jiwa religious, takjub cinta mencari Tuhan dalam diri anak.
Pertumbuhan anak secara fisik dan mental sangat memerlukan sentuhan langsung ibunya, lingkungan, kepastian, dialog, komunikasi, dan pengembangan bakat anak. Tidak ada sesuatu di dalam diri anak yang datang secara otomatis dengan begitu saja, baik kepandaian, kemahiran, berhias, sopan santun, cita rasa religious dsb.
Demikian pula potensi bakat religious anak sangat memerlukan panduan dan bimbingan. Konon kasus pada masa Kaisar Barbarasa dan peristiwa perang Vietnam. Yang menjadi inti permasalahan kasus tersebut adalah fenomena potensi jiwa anak kaitannya dengan aturan ketentuan yang dipaksakan oleh Kaisar serta pengaruh lingkungan (anak korban perang Vietnam) terhadap dampak akhir pertumbuahn dan perkembangan pembentukan watak relegius anak yang gagal, bahkan tumbuh abnormal.
Terpenting bagi anak-anak kita yaitu dididik pada aspek keagamaan dan aspek relegiousitas, yang esensinya dua aspek tapi satu, satu tapi dua secara normal. Yang diharapkan adalah agar mereka dapat tumbuh menjadi abdi-abdi Allah, umat beragama yang baik, cita rasa relegiosnya , kejujuran dan kedamian yang mendalam.
Nilai keagamaan dan Relegiousitas diberikan kepada anak dalam bentuk konkrit dalam sikap-sikap menghargai kehidupan, memuliakan manusia dsb. Mangun Wijaya menghendaki bahwa pengembangan anak yang menjadi milik Tuhan dengan segala keindahan dan keunikan anak, untuk itu dicapai melalui pengembangan wawasan yang akan menampilkan Tuhan yang menjadi milik anak. Cita rasa religious adalah mencari kualitas, ini bermula dari kerahiman ibunda anak, bahwa esensi wanita (ibu dari anak) adalah pada rahim dan sikap serta cita rasanua terhadap suami dan anak-anaknya. Kerahiman ibu salah satu lambang relegiousitas yang menumbuhkembangkan kehidupan anak.
Anak yang merasa dihargai, dan memrerlukan perhatian sejak dini, berproses Relegiousitas harus dirangsang pada masa pembenihan, pembibitan janin. Pemeliharaan dan penjagaan kandungan perlu dihargai dan dihormati. Kebersamaman penghargaan dalam diri kedua orangtua si anak. Pemeliharaan dan persiapan peroses kelahiran. Penerimaan, penyambutan saat kelahiran. Kemampuan bertatanggung jawab atas hal-hal keseharian. Menjadi kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, tuan dan seterusnya.
Pendidikan, pembinanan anak bermula dari kedua orang tuanya, walinya dsb Orang tua tidak perlu bergaya Kiyai atau pendeta didepan anak-anaknya. Orang tua cukuplah hidup secara wajar, sehat, seibang jasmani dan rohani. Pendidikan religious anak dimulai dgn menghargai, tanggung jawab sehari-hari . Anak memiliki daya rekam, radar, antena sangat peka meski ia tidak sadari. Orang tua, kerabat terdekatnya berhati-hati bersikap, anak merekam relialitas lingkungannya, orang tuanya secara intuitif.
Anak punya kemampuan untuk kagum dan bertanya terhadap lingkunganya. Pendidikan relegious anak tidak berbentuk pengajaran, tetapi peragaan hidup atau keteladanan. Anak tidak belajar berdasarkan kurikulum, tetapi secara meniru-niru, menyesuaikan , mengintegrasikan diri kedalam suasana. Bagi anak ulah meniru-niru meskipun ia belum menyadari maksudnya, tetapi mereka sudah merupakan penghayatan hidupnya. Anak selalu belajar dengan menghayati sesuatu yang ada diluar dirinya. Anak cendrung akan berlakon seperti yang ia lihat dilingkungan luar dirinya. Anak memiliki rasa kagum, rasa haru, mengidentifikasi diri selaku realitas. anak bertanya, melihat, mendengar, dalam penghayatan, dan berekspresi.
Pembudayaan Budi Hati atau berhati mulia terhadap anak-anak. Anak mencari makna, ia sadar atau tidak sadar dibalik apa yang ia lihat. Jiwa relegious tidak akan berminat ingin merusak dalam arti fisik dan spiritual. Manusia relegious pasti bercita rasa pemeliharaan, dan gemar memperindah. Hanya jiwa yang suka kemuliaan dapat mempermudah pembentukan hati nurani yang benar serta relegious.

4. Perlunya Dialog dan Komuniaksi Edukatif

Menurut Romo Mangunwijaya bahwa, Sangat penting adanya dialog, komunikasi yang tidak putus terhadap anak, dalam arti selalu dijalin secara terus menerus. Kerangka dasar pendidikan sikap relegious anak-anak adalah kerangka suasana kepercayaan dalam dialog orang tua dengan si anak. Pendiidikan relegious anak mengharuskan selalu dijalin komunikasi intensif dengan berbagai bentuk, sifat, dan variasi antara orang tua, orang-orang terdekat anak. Hubungan dialog dan komunikasi itu serius harus dipertahankan dan ditingkatkan oleh orang tua, karena ini mutlak menentukan jalan atau tidaknya pendidikan relegious terhadap anak.
Orang tua harus toleran menerima dan merespon secara cermat bijaksanan terhadap aneka bentuk, sifat, pola obrolan, khayal, bualan, cerita, keluahan, kesenangan , dsb. Yang paling penting juga disini ialah Si anak agar selalu diyakinkan bahwa keberadaan dia penting, bahwa percakapan dan omongannya selalu diperhatikan. Orang tua supaya lebih terbuka dan berupaya agar si anak juga termotivasi terbuka dari berbagai permasalahannya untuk didialokan kepada orang tua.
Bagi si anak harus belajar bahwa bolehlah ia punya rahasia terhadap orang lain, tetapi terhadap orang tua tidak malu, diusahakan bersifat terbuka, termasuk dalam hal ketuhanan, agama, moral dan relegiousitas, dsb. Orang tua sepatutnya berbangga jika anak telah mencapai usia puber selalu dapat berdialog dan bekomunikasi dengan terbuka dalam berbagai persoalannya. Yang terpenting diupayakan agar anak terbiasa berdialog, berkomunikasi secara terbuka terhadap keluarga terdekatnya yang pada akhirnya memung kinkan membuka hati untuk berdialog langsung dengan Tuhannya.
Dialog Penghayatan bersama dan dialog kata, dalam hal ini berkaitan dengan cara dan bentuk dialog terutama kaitannya dengan relegiusitas anak. Dialog disini dalam arti secara totalitet meliputi percakapan, berbicara, sikap, perilaku hidup secara total, mengajak dsb. Sesuai dgn perkembangan anak. Dialog bukanlah khotbah, ceramah dsb. Akan tetapi penghantaran iman yang alami, penyampaian keyakinan secara sepontan, penguatan sendi-sendi moral yang sederhana melalui perkara-perkara yang biasa dan sehari-hari. Melalui keteladanan dan pelaksanaan kehidupan yang riil, si anak harus mengalami, betapa satu tunggal dunia religious dan dunia sehari-hari. Dialog bukan instruksi atau perintah. Perintah yang bersifat keharusan punya tempat sendiri, dan memang sering anak mendapat perintah, tetapi harus selalu diimbangi dengan dialog dan komunikasi yang benar.
Bahaya Perkemabangan Relegius bagi anak yang tidak mendapat dialok Sejas kecil Anak yang tidak mendapat kesempatan dialog sejak kecil dan terpaksa segala galanya harus difikir dan diurus sendiri dan dicari penyelesai annya sendiri, anak malang semacam ini akan membatu, tertutup, dan bakat relegiusnyapun tertindas lalu bakat itu pergi menghilang. Si anak terlalu pagi mendapat beban pertanyaan hidup dan konflik batin sendirian, ia lekas kering, layu, dan hancur pada usia terlalu muda.
Dialog Melalui Imajinasi dunia indah. Anak-anak memiliki dunia imajinasi sebagai sarana dialog, berbeda dengan orang dewasa, ini mutlak diperlukan dapat diterjemahkan melalui pelambangan puisi, musik, lagu, drama, cerita, permainan, dan lain yang cocok dengan dunia anak-anak.

5. Konsep Pembinaan Pencitraan Tuhan
Mangunwijaya sangat menekankan kepada orang tua atau guru pendidik bahwa dalam mengenalkan Tuhan atau Membina Pencitraan Tuhan yang benar kepada anak dengan beberapa predikat Tuhan sebagai berikut Tuhan itu bukan mandor, polisi, atau jaksa. Ini berarti Tuhan bukan pencari kesalahan orang dengan cara menakut-nakuiti, diancam, ditangkap, karena berperkara, diadili kemudian diberi hukuman yang setimpal. Disini harus dihindari pencitraan Tuhan dengan hal-hal yang ngeri, sadis, menakutkan, hantu, iblis, syaitan, neraka dsb. Tetapi pencitraan bahwa Tuhan adalah pencari kabaikan, kedamaian, dan kasih Sayang terhadap si anak atau manusia. Disini Orang tua harus menjadi sinar citra Tuhan yang Masha pemurah dan penyayang, yang lebih suka mencari dan memuji kebaikan dan keberhasilan anak dari pada kesalahan, kekurangan dan kegagalan anak yang kemudia di salahkan, dihukum dsb.
Tuhan bukan maharaja sewenang-wenang. Berarti Tuhan bukan pemimpin diktator sewenang-wenang memperbudak rakyatnya (manusia), karena memiliki super kekuatan sehingga manusia serba lemah, tidak berdaya dan selalu diperbudak. Tetapi disini orang tua hendaknya mengenalkan Tuhan kepada abak harus dengan serba Kebaikan Tuhan, Mahapenyayang, Maharahman, Mahamelindungi, Mahabijaksana, Mahapelindung, dsb. Dengan demikian anak lebih mudah dan sejuk memahami dan menerima keberadaan Tuhan tanpa rasa terpaksa atau dibuat-buat.
Tuhan bukan pedagang yang serakah. Ini berarti Tuhan bukanlah sosok bisnismen selalu mencari keuntungan, selalu menghitung modal, jasa, dan laba, selalu bekerja dulu kemudian baru dapat hasil. Tetapi dalam hal ini Orang tua hendaknya sejak dini anak harus ditanamkan dan dididik agar jangan bersikap dagang terhadap Tuhan. Misalnya anak setiap berbuat kebaikan, amal, ibadah dan sebagainya tidak selalu hanya ingin mendapatkan pahala dari Tuhan, mendapat pujian dan sanjungan dari manusia. Disini juga terkandung anjuran dan pembiasaan kepada anak agar selalu berdoa kemudian berbuat kebajikan dengan ikhlas tanpa pamrih.
Tuhan bukan Pemimpin partai atau golongan. Ini bermakna bahwa Tuhan tidak mengutamakan simpatisan secara kuantitas seperti layaknya pemimpin partai atau golongan, sebab kemenangan dan kejayaan sudah pasti di tangan Tuhan, tetapi yang mulia adalah simpatisan yang berkualitas. Dengan demikian hendaklah anak-anak kita latih untuk menghargai dan mengutamakan kualitas dari pada kuantitas. Relegiusitas anak ditanamkan mengakar dalam keyakinan peribadi, bukan keyakinan yang liar dan keropos atau karena ikut-ikutan. Anak-anak juga diajak agar tidak bersikap panatik, diajak toleran, diajak selalu menuju kedamaian, kerukunan, dan kegembiraan batin yang benar-benar abadi.
Tuhan bukan tukang sulap dan hipnotis agung. Maksudnya kita janganlah mendidik anak-anak untuk menganggap Tuhan sebagai tukang sulap agung, penyihir dan berbagai fenomena mistik, misalnya dianggap sebagai penyembuh ajaib. Tuhan pengasih dan penyayang kepada semua manusia, Tuhan tidak bersifat memanjakan orang yang hanya suka jalan pintas karena kemalasannya. Kita berupaya untuk menjauhkan anak dari pengaruh mental tahayul, sihir, magis, guna-guna, dsb. Memang satu sisi anak-anak senang pada dongeng-dongeng dan lakon-lakon pastastis, untuk ini diarahkan kepada dongeng yang sehat pada intinya berfungsi menggugah daya imajinasi anak yang bernuansa relegiusitas. Kita harus waspada terhadap berbagai dongeng anak-anak melalui berbagai media bersifat komersial tidak bernilai pendidikan.
Menurut Mangunwijaya, orang tua perlu menyadari bahwa, citra tentang Tuhan dapat diterima anak datang dari orang yang ia percayai. Kita harus memurnikan pencitraan atau pengenalan keberadaan Tuhan kepada anak misalnya dengan cara mengusahakan agar kita selalu cinta kepada kebenaran, kejujuran. Juga terpenting adalah relegiusitas memerlukan kepekaan terhadap pelambangan dan cita rasa puisi, maksudnya semua benda dan peristiwa yang kita jumpai bagi jiwa relegius selalu mengandung daya lambang bermakna.
6. Hati Nurani Anak Perlu Dipandu.
Menurut bahasa Mangunwijaya bahwa ‘Hati Nurani adalah cita rasa yang secara menyeluruh dengan nalar fikiran maupun dengan intuisi dan perasaan tumbuh dalam lubuk hati. Untuk pengembangan hati nurani anak perlu dipandu oleh orang tua, misalnya penanaman nilai keimanan, penciptaan suasana kondusip dan kegembiraan, pemberian kepercayaan kepada anak untuk belajar mengolah keperibadiannya, anak dididik belajar bertanggung jawab, mendidik tanpa kekerasan, ditumbuhkan sikap kesatria kepada anak-anak, pembiasaan ibadah, doa-doa, dan kegiatan relegius lainnya agar anak terbentuk menjadi kesatria diahadapan Tuhan dan manusia sehingga anak kelak menjadi milik Tuhan.

C. PENUTUP

Berdasarkan pemahaman penulis tentang konsep Pendidikan Keberaga maan Anak menurut Y.B. Mangunwijaya tersebut di atas, maka penulis mencoba menyimpulkan bahwa; yang terpenting dalam upaya penanaman dan pembentukan relegiusitas anak pada dasarnya melalui proses tahap demi tahap, yaitu sedini mungkin sejak sebelum kelahiran anak, ia harus selalu mendapat perhatian dengan bentuk pembiasaan dengan nilai-nilai keagamaan. Setelah kelahiran diharapkan selalu dalam sentuhan orang tua terutama Ibunya dalam arti orang tua yang memiliki sikap relegiusitas yang baik, kemudian masa kanak-kanan menuju remaja hingga dewasa, dalam kurun waktu tersebut. Menurut Mangun, ada berbagai cara dan pendekatan secara riil yang dapat dilakukan orang tua secara bijaksana untuk menyentuh cita rasa anak, yaitu orang tua agar mencermati potensi jiwa dan bakat anak, selalu menjalin dialog dan komunikasi serta contoh-contoh yang baik, cara-cara mengenalkan (pencitraan) Tuhan kepada anak memandu perkembangan hati nurani anak, dan sebagainya.
Sebaliknya orang tua sedapat mungkin menghindari hal-hal yang terlalu bersipat normatif, hukum-hukum formal, pemaksaan, kekerasan, tahyul, magis, sihir, dongeng yang tidak mendidik, dan sebagainya. Kenalkanlah Citra Tuhan melalui semua sifat kesempurnaan-Nya kepada anak, (demikian menurut Romo Mangun).

DAFTAR PUSTAKA


Y.B. Mangunwijaya, Menumbuhkan Sikap Religius Anak-Anak, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,

Wekapedia Indonesia, Riwayat Hidup Singkat Y.B. Mangunwijaya, wikipedia.org.id (20/6/2009)

Wikipedia Indonesia, Riwayat Pendidikan, Buku, dan Tulisan Y.B. Mangunwijaya, wikipedia.org.id (20/6/2009)








=== bdp ===

Rabu, 01 Juli 2009

MAKALAH : SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM

ASAL-USUL DAN POKOK-POKOK AJARAN MU’TAZILAH

Oleh : Drs. Bahruny DP

Bab I PENDAHULUAN

Sebagian besar umat Islam memahami bahwa munculnya aliran-aliran dalam Islam bermula dari perselisihan masalah politik kepemimpinan pasca sepeninggal Nabi Muhammad Saw. ke tangan Khulafaur Rasyidin. Dari persoalan politik itulah kemudian bermuara menjadi persoalan teologi yang kemudian berkembang menjadi banyak aliran dalam Islam. 1
Theologi merupakan usaha pemahaman yang dilakukan para ulama’ (teolog muslim) tentang akidah Islam yang terkandung dalam naqly (al-Qur’an dan As-Sunnah). Tujuan usaha pemahaman tersebut adalah menetapkan, menjelaskan atau membela akidah Islam, serta menolak akidah yang salah dan atau bertentangan dengan akidah Islam. Dengan demikian fungsi Teologi adalah bertugas menjelaskan dan memberikan pemahaman terhadap kebenaran parrenial Islam dengan bahasa Kontekstual.2
Adapun aliran-aliran Teologi Islam dapat dijabarkan antara lain sbb :
1. Aliran Khawarij (orang berdosa besar adalah kafir / murtad, wajib dibunuh ).
2. liran Murji’ah (orang berdosa besar tetap mukmin, tdk kafir, terserah Allah )
3. Aliran Mu’tazilah (orang berdosa besar tidaklah kafir,tidak mukmin (Fasiq)
Mereka menyebut al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua
posisi). Aliran ini lebih bersifat rasional bahkan liberal dalam beragama. 3
Dalam makalah ini akan dipaparkan secara singkat tentang Asal-Usul keberadaan Paham Mu’tazilah, Pokok-Pokok Ajaran Mu’tazilah dan beberapa prinsip atau pokok-pokok pemikiran, dan beberapa Tokok penting Mu’tazilah serta beberapa permasalahannya.

Bab II ASAL-USUL DAN POKOK-POKOK AJARAN MU’TAZILAH

A. Sejarah Asal-Usul Mu’tazilah

“Mu’tazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal. Ciri utamanya adalah … pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil aqlyah ( akal ) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut rasionalis Islam. Mu’tazilah didirikan oleh Washil bin Atha’ pada tahun 100 H / 718 M, Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentang an pendapat antara aliran Khawarij dan Murji’ah tentang hukumnya seorang Mukmin yang berbuat dosa besar”.4

1. Aliran Khawarij (orang berdosa besar adalah kafir / murtad, wajib dibunuh ). 2. liran Murji’ah (orang berdosa besar tetap mukmin, tdk kafir, terserah Allah ) 3. AliranMu’tazilah (pedosa besar tidaklah kafir,tidak mukmin (Fasiq) 5

“Mu’tazilah” (معتزلة) berasal dari kata “I’tazala” ( اعتزل ) yang berarti mengasingkan diri. Nama atau sebutan ini muncul setelah peristiwa yang terjadi antara Hasan Al-Basri dengan Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid berkenaan dengan status orang Islam yang berbuat dosa besar....” 6

“Mu’tazilah muncul setelah peristiwa yang terjadi antara Hasan Al-Basri dengan Washil bin Atha dan Amr bin ‘Ubaid berkenaan dengan persoalan orang Islam yang berdosa besar. Washil berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar adalah fasiq; ia berada diantara dua posisi, yakni bukan mukmin dan bukan pula kafir. Pendapat Washil ini diikuti oleh Amr bin ‘Ubaid. Sedang pendapat ini berberda dari pendapat Hasan Al-Basri . Karena terjadi perbedaan pendapat iru Washil dan Amr memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasan Al-Basri. Karena itu mereka berdua telah dianggap mengasingkan diri, dan orang yang mengasingkan diri itu dalam bahasa Arab disebut “mu’tazil” ( معتزل ). Oleh karena Washil dan Amr kemudian membentuk kelompok tersendiri dan mendapat banyak pengikut, dan kelompok ini terbentuk menjadi sebuah aliran ( فرقة ) dalam teologi Islam, dan karena kata “فرقة” ini adalah muannats, maka aliran ini disebut “Mu’tazilah” ( معتزلة). Demikian asal-usul nama Mu’tazilah yang diberikan pada aliran tersebut” 7

Di sisi lain kalangan pengikut aliran Mu’tazilah, yaitu sebagian diantara mereka “ada yang kurang seruju kalau mereka disebut orang Mu’tazilah. Mereka lebih senang kalau disebut Ahl al-Adl Wa al- Tauhid ( اهل العدل والتوحيد ). Artinya, ahli keadilan dan Tauhid. Sebuta seperti ini mereka pandang tepat untuk mereka, karena mereka memang sangat gigih dalam memperjuangkan paham keadilan dan ke-Maha Esaan Tuhan dalam Teologi Islam”.8
Sejarah munculnya Mu’tazilah kelompok pemuja akal ini awalnya di kota Bashrah Iraq pada abad ke-2 H antara tahun 105 – 110 H , tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifa Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal . Kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Sedangkan Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru , dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya.” 9
Mengapa disebut Mu’tazilah ? Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabi’in.Asy-Syihristani t berkata: (Suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan.
Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji’ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?” Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh: “Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Washil telah memisahkan diri dari kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah “.10
Dalam sumber lain menguraikan perihal asal-usul munculnya aliran Mu’tazilah seperti penulis ringkas berikut ; (11)
“Pada tahun 100H/718M telah muncul aliran baru dalam teologi islam yang disebut aliran Mu'tazilah yang dibidani oleh Washil bin Atho' murid Hasan al-Bashri. Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya adalah pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil aqliyah dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam.
Selain nama Mu'tazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut kelompok Ahlut-Tauhid, kelompok Ahlul 'adil, dan lain-lain. Sementara pihak modern yang berseberangan dengan mereka menyebut golongan ini dengan free act, karena mereka menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat.
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji'ah berkenaan soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut aliran Khawarij, mereka tidak dapat dikatakan sebagai mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir.
Sementara itu kaum Murji'ah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi dua pendapat yang kontroversial ini, Washil bin Atho' yang ketika itu menjadi murid Hasan al Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahului gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi diantara keduanya.
Oleh karena diakhirat nanti tidak ada tempat diantara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan kedalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Demikianlah pendapat Washil bin Atho', yang kemudian menjadi salah satu doktrin Mu'tazilah, yakni Al-manzilah baina al-manzilataini (posisi diatara dua posisi).
Sebab penamaannya.
Para Ulama telah berselisih tentang sebab penamaan kelompok (aliran) ini dengan nama Mu'tazilah menjadi beberapa pendapat:
Pertama: Berpendapat bahwa sebab penamaannya adalah karena berpisahnya Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid dari majlis dan halaqohnya Al Hasan Al Bashry. Hal ini didasarkan oleh riwayat yang mengisahkan bahwa ada seseorang yang menemui Al Hasan Al Bashry, lalu berkata: wahai imam agama...telah muncul pada zaman kita ini satu jamaah yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan dosa besar menurut mereka adalah kekafran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dan mereka adalah Al Wa'iidiyah khowarij dan jamaah yang menangguhkan pelaku dosa besar, dan dosa besar menurut mereka tidak mengganggu (merusak) iman, bahkan amalan menurut mazhab mereka bukan termasuk rukun iman, dan iman tidak rusak oleh kemaksiatan, sebagaiman tidak bermanfaat ketaatan bersama kekufuran, dan mereka adalah murjiah umat ini, maka bagaimana engkau memberikan hukum bagi kami dalam hal itu secara i'tikad?
Lalu Al Hasan merenung sebentar tentang hal itu, dan sebelum beliau menjawab, berkata Waashl bin Atho': saya tidak akan mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu mu'min dan tidak juga kafir, akan tetapi dia di dalam satu kedudukan diantara dua kedudukan tersebut (manzlah baina manzilatain), tidak mu'min dan tidak kafir. Kemudian dia berdiri dan memisahkan diri ke satu tiang dari tiang-tiang masjid menjelaskan jawabannya kepada para murid Al Hasan, lalu berkata Al Hasan : telah berpisah (i'tizal) dari kita Washil, dan Amr bin Ubaid mengikuti langkah Waashil, maka kedua orang ini beserta pengikutnya dinamakan Mu'tazilah.
Berkata A Qodhi Abdul Jabaar Al Mu'tazily dalam menafsirkan sebab penamaan mereka ini:telah terjadi dialog antara Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid dalam permasalahan ini -permasalahan pelaku dosa besar-lalu Amr bin Ubaid kembali ke mazhabnya dan meninggalkan halaqoh Al Hasan Al Bashry dan memisahkan diri, lalu mereka menamainya Mu'tazily, dan ini adalah asal penggelaran Ahlul Adil dengan Mu'tazilah.
Kedua: Berpendapat bahwa mereka dinamai demikian karena ucapan imam Qatadah kepada Utsman Ath Thowil: siapa yang menghalangimu dari kami? apakah mereka Mu'tazilah yang telah menghalangimu dari kami? Aku jawab: ya !
Berkata Ibnu Abl Izzy : dan Mu'tazilah adalah Amr bin Ubaid dan Waashil bin Atho' Al Ghozaal serta para pengikutnya, mereka dinamakan demikian karena mereka memisahkan diri dari Al Jamaah setelah wafatnya Al Hasan Al Bashry di awal-awal abad kedua dan mereka itu bermajlis sendiri dan terpisah, sehngga berkata Qotadah dan yang lainnya: merekalah Mu'tazilah.
Definisi Mu'tazilah
Secara Etimologi, Mu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab menunjukkan kesendirian, kelemahan dan keterputusan, Secara Terminologi Para Ulama mendefinisikannya sebagai satu kelompok dari qadiriyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry.
Dan kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi didapatkan adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi jalannya umat Islam khususnya Ahli Sunnah dan bersendiri dengan konsep akalnya yang khusus sehingga Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan terputus.
Mu’tazilah dikenal dalam sejarah sebagi aliran yang mengusung pemikiran bebas dan rasional . hal tersebut diakui oleh para ilmuwan Islam maupun Barat. Aliran pemikiran ini berkembang pesat di Irak. Di antara ulama pendiri Mu’tazilah dari Basra adalah Abul Hudhayl al-Alaf (w.226/840), Abu Ishaq al Nazzam(w.231/845), Amr ibn Bahr al-Iahiz(w.255/869). Ada juga pendiri mu’tazilah yang berasal dari Bagdad yaitu Abu Ali al-Jubbai (w.303/915), Bisyr al-Mu’tamir (w.210/825).
Pada awal abad ke 3 H / 9 M , mu’tazilah mulai kurang beruntung, karena kedudukannya sebagialiran pemikiran mulai digeser oleh aliran kalam pada waktu itu, yaitu aliran Asyariyah. Meskipun demikian aliran Mu’tazilah tidak hancur atau mati tetapi masih berkembang meskipun tidak terlalu menjadi mainstream di tengah masyarakat. Aliran ini mampu bertahan hingga dua abad berikutnya.

B. Pokok-Pokok Ajaran Mu’tazilah

Seiring perjalanan waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah ).
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akallah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal –menurut persangkaan mereka– maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau ditakwilkan.” 12
Ini merupakan kaidah yang batil, karena kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah akan perintahkan kita untuk merujuk kepadanya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah perintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa: 59. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah tidak akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang benar sebagaimana yang terdapat dalam An-Nahl: 36. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini.
Dalam sejarah pemikiran Islam, Mutazilah menjadi terkenal dengan lima prinsipnya (al Usul al khamsah), yang kelima prinsip tersebut merupakan ringkasan dasar dari jaran mu’tazilah. Kelima prinsip tersebut adalah, keesaan, keadilan, janji dan ancaman, dalam posisi di antara orang Muslim yang berbuat dosa, mendesak manusia untuk berbuat baik dan melarang berbuat jahat.
Berikut secara ringkas penulis kutif dari Buku Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, yang disusun oleh Dr. Hadariansyah AB,2008, hlm. 95 bahwa “Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah pada dasarnya disebut “Al-Ushul al-Khamsah” ( الأصول الخمسة ) yaitu lima dasar atau lima pokok ajaran. Bagi kaum 0Mu’tazilah, seseorang tidak berhak mengaku seorang dirinya sebagai kaum Mu’tazilah, kecuali ia telah memeperpegangi lima ajaran pokok dimaksud. Adapun Lima pokok ajaran Mu’tazilah itu adalah sebagai berikut ;
1. At-Tauhid ( Keesaan Allah )
2. Al-‘Adl ( Keadilan )
3. Al-Wa’d Wa al-Wa’id ( Janji dan Ancaman )
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain ( tempat diantara dua tempat )
5. Al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy’an al-Munkar ( perintah berbuat baik
dan men cegah berbuat munkar ).” 13
Dalam sumber lain juga secara sederhana mengemukakan bahwa Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran utama, yakni :
Tauhid. Mereka berpendapat : Allah Swr mutlak Maha Esa, hanya Zat Allah yang Qadim, Tak mengakui sifat Allah SWT, sebab yang dikatakan orang sebagai sifatNya ialah dzatNya sendiri. al-Qur'an ialah makhluk. Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Allah.
Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan
Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
Amar ma’ruf dan nahy munkar ( tuntutan berbuat baik mencegaperbu atan yang tercela ). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum / fikih.” 14
Aliran Mu’taziliyah berpendapat dalam masalah
qada dan qadar, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya. Allah tidak campur tangan dalam urusan manusia ( sepaham dengan Qadariyah ).
Mutazilah mengklaim bahwa manusia tidak dapat mengerti makna sesungguhnya tentang sifat-sifat Allah., seprti penglihatan pendengaran , tangan, dan sifat Ilahi tidakm mempunyai fakta realitas pada pandangan mu’tazilah. Mu’tazilah meyakini bahwa al-Quran tidak kekal, bahkan mengatakan bahwa al-Quran sebagai kalam Tuhan tidak kekal.
Mutazilah menekankan pentingnya keadilan, keadilan menurut mutazilah adalah bahwa Tuhan adalah Maha Bijaksana, dengan demikian Tuhan harus mempunyai tujuan dalam menciptakan alam semesta ini. Di lain pihak harus juga memberi bekal keadilan, kebaikan, keburukan yang obyektif dalam ciptaan Tuhan. Tuhan harus adil kepada siapa saja. Meskipun orang itu tidak patuh kepada-Nya. Tuhan Maha baik sehingga tidak dapat melawan sifat-sifatnya, Tuhan harus selalu melakukan keadilan dan berbuat yang terbaik. Mu’tazilah percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah berbuat jahat. Sebaliknya kejahatan dan keburukan diciptakan oleh manusia, yang menurut Mu’tazilah manusia telah diberi kemerdekaan utnuk melakukan perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu menusia harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Janji dan ancaman, berhubungan dengan kelompok manusia yang beriman, fasiq dan mereka yang inkar. Menurut Mu’tazilah iman saja tidak cukup, tetapi iman harus menghindari dari dosa yang menyakitkan. Mutazilah menyatakan bahwa manusia yang “berada di antara” posisi sebagai orang yang berbuat dosa. Orang-orang muslim yang melakuklandosa berada di posisi antara mukmin dan kafir, manzilah bayn al manzilatayn,. Prinsip terakhir Mu’tazilah adalam prinsip menyuruh orang berbuat baik, sekaligus melarang mereka berbuat buruk.
Menulusuri dan Mewaspadai Faham Mu’tazilah
Suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini, yaitu kelompok Mu'tazilah yang pengaruh penyimpangan ajarannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis Kristen dan Yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum Muslimin dan persatuannya.
Suatu bukti pada era dewasa ini telah bermunculanl pemikiran mu'tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabui orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah, Modernisasi pemikiran, Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran mereka tersebut.
Mu’tazilah mempunyai asas dan landasan yang selalu dipegang erat oleh mereka, bahkan di atasnya-lah prinsip-prinsip mereka dibangun. Asas dan landasan itu mereka sebut dengan Al-Ushulul-Khomsah ( lima landasan pokok ). Secara singkat penjelasannya sebagai berikut :
1. Ahl At-Tauhid
Yang mereka maksud dengan At-Tauhid adalah mengingkari dan meniadakan sifat-sifat Allah, dengan dalil bahwa menetapkan sifat-sifat tersebut berarti telah menetapkan untuk masing-masingnya tuhan, dan ini suatu kesyirikan kepada Allah.
Tauhid. Mereka berpendapat : Allah Swt mutlak Maha Esa, hanya Zat Allah yang Qadim, Tak mengakui sifat Allah SWT, sebab yang dikatakan orang sebagai sifatNya ialah dzat-Nya sendiri. al-Qur'an ialah makhluk. Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Allah. Mereka menamakan diri dengan Ahlut-Tauhid atau Al-Munazihuuna lillah (orang-orang yang mensucikan Allah).
2. Al‘adl ( Keadilan )
Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak ( masyi’ah ). Firman Allah, yang artinya : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya.” (Az-Zumar: 7)
Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah .
3. Al-Wa’du Wal-Wa’id
Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya ( al-wa’d ) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah.”
4. Suatu keadaan di antara dua keadaan (Posisi di antara dua posisi )
Yang mereka maksud tempat diantara dua tempat adalah, bahwasanya keimanan itu satu dan tidak bertingkat-tingkat, sehingga ketika seseorang melakukan dosa besar ( walaupun di bawah syirik ) maka telah keluar dari keimanan, namun tidak kafir ( di dunia ). Sehingga ia berada pada suatu keadaan ( posisi ) di antara dua keadaan ( posisi ) yakni antara keimanan dan kekafiran, dalam hal ini mereka memposisikan kedalam Fasiq ( keluar dari jalan kebenaran = orang yang melakukan dosa besar = terus nenerus melakukan dosa-dosa kecil ) 15
5. Amar ma’ruf nahy munkar ( perintah berbuat baik mencegah kemunkaran )
“Amar ma’ruf nahy munkar, yaitu perintah berbuat baik mencegah kemun karan menurut mereka ( Mu’tazilah ) itu merupakan kewajiban yang mesti dilaksanakan. Namun menurut mereka kewajiban ini bukan merupakan fardhu ‘ain , tetapi hanya fardhu kifayah saja. Yakni jika ada yang melakukannya, men- jadi lepaslah kewajiban bagi yang lainnya. Cara pelaksanaan Amar ma’ruf nahy munkar menurut Mu’tazilah cukup dengan seruan, tetapi kalau perlu bias juga dengan cara paksaan dan kekerasan. ” 16 ( Paham Mu’tazilah pernah menjadi mzhab resmi pada masa Dinasti Abbasiyah ).
Dari lima landasan pokok mereka yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As-Sunnah itu, sudah cukup sebagai bukti tentang kesesatan Mu’tazilah.. Dalam buku Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam yang disusun oleh Dr. Hadariansyah AB, 2008 hlm. 109 -162, beliau memeaparkan beberapa prinsip atau pokok- pokok pemikiran Teologi kaum Mu’tazilah lainnya seperti uraian singkat berikut : (17)
1. Nafy al-Shifat ( نفى الصفات ), yaitu menolak atau meniadakan sifat-sifat Allah, hanya Zat Allah satu-satunya yang Qadim. (hl.109)
2. Khalq al-Qur’an ( خلق القران), yaitu al-Qur’an adalah makhluk / diciptakan yang berarti keberadaan al-Quran adalah baharu. (hl.113)
3. Nafy al-Ru’yah ( نفى الرؤية ), yaitu Allah tidak dapat dilihat dengan mata kepala manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak (hl.125)
4. Af’al al-‘Ibad ( افعال العباد ), yaitu perbuatan manusia dilakukan oleh manusia sendiri, atas kehendak sendiri, dan kemampuan sendiri. (hl.130)
5. Taqlif Ma La Yuthaq ( تكليف مالا يطاق ), yaitu Allah tidak akan memberi beban kepada manusia sesuatu yang mereka tidak mampu melakukannya. (hl.96-98)
6. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Allah, yaitu Allah memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak, tetapi Allah akan membatasinya sendiri. (hl.143)
7. Kewajiban Tuhan terhadap manusia, yaitu Tuhan berkewajiban berbuat baik dan yang terbaik bagi manusia. (hl.150)
8. Kemampuan akal dan fungsi Wahyu, yaitu akal berkedudukan tertinggi dah wahyu menginformasikan hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akal. (hl.151)
9. Hukum Alam, yaitu hukum alam dan efek yang ditimbulkannya adalah dari benda-benda itu sendiri, Tuhan hanya pencipta awal atau sumber efek (hl.161)
10. Hadits ahad, yaitu dalil naqly yg dapat digunakan untuk masalah teologi hanya Al-qur’an dan Hadits Mutawatir, kebenarannya dapat diyakini dengan pasti. Sedangkan Hadits Ahad tidak demikian. (hl.163)
C. Tokoh-Tokoh Paham Mu’tazilah
Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :
Kelompok Basrah
1.
Wasil bin Atha', Madinah (80-131 H / 699-748 M) pelopor ajaran ini.
2. Amr bin Ubaid, ( w 145 H )
3.
Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
4. An-Nazzam, 9 185-231 H) murid Abu Huzail al-Allaf.
5. Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w. 869 M)
6. Al-Juba’I (w. 303 H )
Kelompok Bagdad:
7. Mu’ammar bin Abbad
8. Bisyr Al-Mu’tamir (w. 210 H )
9. Abu Musa Al-Mu’dar (w. 226 H)
10. Sumamah bin Asyras (w. 213 H )
11. Ahmad bin Abi Daud (w. 240 H)
12. Hisyam bin Amir Al-Puwati,
13. Abu Al-Husain Al-Khayyat (w. 300 H)
14.
Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).
Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan Muslim dan Nonmuslim.
Sekarang waspadai Neo Mu'tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah, Modernisasi pemikiran, Westernasi, sekulerisme, dan Liberalisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu.
Rasulullah bersabda: “Akan datang setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menjalankan sunnahku, dan sungguh akan ada di antara mereka yang berhati setan namun bertubuh manusia.” (Hudzaifah berkata): “Wahai Rasulullah, apa yang kuperbuat jika aku mendapati mereka?” Beliau menjawab: “Hendaknya engkau jangan mendengar ( perintahnya ) dan menaatinya, walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu diambil.” (HR. Muslim, dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman)”18

Bab III PENUTUP

A. Simpulan

Mu’tazilah, berarti memisahkan diri, muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
Pokok-Pokok Ajaran Mu’tazilah, yaitu ; 1)
Tauhid. Mereka berpendapat : Allah Swr mutlak Maha Esa, hanya Zat Allah yang Qadim, Tak mengakui sifat Allah SWT, sebab yang dikatakan orang sebagai sifatNya ialah dzatNya sendiri. al-Qur'an ialah makhluk. Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Allah. 2) Keadilan Allah. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya. 3)Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat. 4) Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik. 5) Amar ma’ruf dan nahy munkar ( tuntutan berbuat baik mencegaperbu atan yang tercela ). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum / fikih.
Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan Muslim dan Nonmuslim. Sekarang waspadai Neo Mu'tazilah seperti; Aqlaniyah, Modernisasi pemikiran, Westernasi, sekulerisme, dan Liberalisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran mereka.
B. Saran
Penulis sangat mengharap kepada pihak pembaca makalah ini kiranya memberi masukan, perbaikan, dan penyempurnaan seperlunya. Terima kasih. Wallahu A’lam.

DAFTAR KUTIPAN ( ENDNOTES )

1 Ahmad Nurcholish, Asal-Usul Munculnya Aliran-Aliran Dalam Islam, http://www.icrp-online.org, 24 Mei 2007
2 M. Ja'far Nashir, M.A, Sejarah Pemikiran Islam, 2008
3 Ahmad Nurcholish, Asal-Usul Munculnya Aliran-Aliran Dalam Islam,
http://www.icrp-online.org, 24 Mei 2007
4 Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam , PT. Ikhtiar Baru, Jakarta, 2006, hlm. 290-294
5 Ahmad Nurcholish, Asal-Usul Munculnya Aliran-Aliran Dalam Islam,
http://www.icrp-online.org, 24 Mei 2007
6 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 89

7 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 94

8 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi nDalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 95
9 ------------------------ Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
10 ------------------------Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
11 Muchib Aman Aly , Mu'tazilah dan Akidah Kaum Sophist,
www.salafyoon.net, 16 July 2005
12 ------------------------ Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
13 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 95
14 ------------------------ Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
15 ------------------------ Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
16 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 108.

17 Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008, hlm. 109-162
18 "
http://wiki.myquran.org/index.php/Mu%27taziliyah

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep Teologi Rasional Dalam Tafsir Al-Manar, Erlangga, Jakarta, 2006

Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Al-Ikhlas , Surabaya, 1995,

Abdul Karim, Sejarah dan Pemikiran Islam, Pustaka Book Publusher, Yogyakarta, 2007.
Ahmad Nurcholish, Asal-Usul Munculnya Aliran-Aliran Dalam Islam,
http://www.icrp-online.org, 24 Mei 2007
Anoname, Mu'taziliyah, Sejarah Kemunculannya, Dari MyQ Wiki
Hadariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008.
http://wiki.myquran.org/index.php/Mu%27taziliyah
Ja'far Nashir, M.A, Sejarah Pemikiran Islam, 2008

Muchib Aman Aly , Mu'tazilah dan Akidah Kaum Sophist,
www.salafyoon.net, 16 July 2005

Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1974

Mulyadi Kertanegara, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 4 , PT. Ikhtiar Baru,
Jakarta, 2002,
Oemar Bakri, Tafsir Rahmat, PT. Mutiara, Jakarta, 1982
Thaib Thahir abdul Muin, Ilmu Kalam, Wijaya Jakarta, 1973.
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 3 , PT. Ikhtiar Baru, Jakarta, 2001

Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam , PT. Ikhtiar Baru, Jakarta, 2006.